Pendidikan Teramputasi di Masa Pandemi



Oleh : Nita Savitri (Founder MT.Mar'atus Shalihah-Bogor)


Malang, nasib pelajar yang hidup di daerah terpencil.  Selama pandemi, pemerintah telah mencanangkan program BDR (belajar di rumah) bagi seluruh pelajar di negeri dengan menggunakan fasilitas telepon pintar.


Masalah muncul ketika banyak yang mengeluh kesulitan menjalani BDR, karena keterbatasan ekonomi untuk membeli telepon pintar, plus kuotanya.  Belum lagi masalah sinyal dan listrik yang belum terjangkau secara merata di penjuru negeri.


Seperti terjadi di wilayah Kampung Todang Ili Gai, Desa Hokor, Kecamatan Bola, Kabupaten Sikka, Provinsi NTT menjadi salah satu wilayah yang terisolir dari berbagai akses kehidupan saat ini.  Wilayah ini harus ditempuh dengan jalan kaki selama 3 jam melewati jalan setapak berbukit.  Akses yang cukup menyulitkan, membuat fasilitas listrik dan telekomunikasi sangat minimal bagi warga setempat, terutama pelajar yang menerapkan sistem BDR (Merdeka.com, 24/7/20).


Dilansir dari Media Indonesia (24/7/20), banyak sekolah yang mengeluh proses belajar daring tidak efektif.  Hal ini karena sebagian siswa tidak mempunyai fasilitas telepon pintar.  Seperti SMPN 1 Rembang, yang memberi layanan KBM langsung bagi anak didik yang bermasalah dengan daring.  Meski hanya satu siswanya rela bersekolah sendirian, datang ke sekolah untuk mendapat pendidikan.  Sementara beberapa siswa lain, yang juga tidak memiliki gawai pintar tetap diam di rumah.


Lembaga INOVASI (Inovasi Aku Ingin Sekolah Anak Indonesia) telah mengadakan riset terbarunya  terhadap 300 orang tua siswa sekolah dasar di 18 kabupaten dan kota di provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), Kalimantan Utara (Kaltara), dan Jawa Timur mengonfirmasi ketimpangan tersebut. Sebelum ada putusan resmi Kemendikbud, 76% orang tua murid mengaku telah mulai menerapkan kebijakan belajar dari rumah sejak pekan ketiga (16-22) Maret.


Hasil risetnya hanya sekitar 28% anak yang sanggup belajar menggunakan media daring untuk belajar maupun menggunakan aplikasi belajar daring. Adapun 66% pelajar menggunakan buku dan lembar kerja siswa, dan 6% orang tua menyatakan tidak ada pembelajaran sama sekali selama siswa diminta belajar dari rumah.


Sehingga Mendikbud pun dalam peringatan hardiknas dalam pidatonya melalui kanal youtube telah mengakui kesenjangan ini sebagai pembelajaran nomor satu.  Dengan adanya pandemi, kesenjangan tersebut seperti ditelanjangi (Asumsi.co, 12/5/20).


Adanya program pembelajaran jarak jauh selama pandemi untuk wilayah perkotaan memang tidak menemukan masalah dalam masalah sinyal.  Tetapi banyak yang tidak memiliki sarana telepon pintar karena keterbatasan ekonomi.  Jangankan membeli telepon pintar, mencukupi kebutuhan makan pun sudah terasa menyesakkan dada.  Sedangkan bagi wilayah terpencil, selain keterbatasan sarana telepon pintar juga adanya jangkauan listrik dan sinyal yang tidak mendukung.


Maka kesenjangan sangat mencolok terjadi dan semakin nyata di era pandemi.  Tidak meratanya kesejahteraan, fasilitas kemajuan iptek, yang mencuat tajam.  Apalagi semasa pandemi, ekonomi masyarakat menurun di segala sisi baik di desa maupun kota.  Banyak perusahaan mengurangi jumlah karyawannya.  Peluang pengangguran pun di depan mata.  


Padahal menurut undang-undang, pendidikan merupakan hak setiap warga negara.  Baik masyarakat desa dan kota, miskin maupun kaya.  Adanya jaminan memperoleh pendidikan sudah menjadi tugas negara.  Baik di masa pandemi seperti saat ini, dan apalagi masa tidak terjadi wabah.  Mestinya tidak terjadi diskriminasi memperoleh pendidikan bagi seluruh masyarakat.


/Jaminan Pendidikan Dalam Islam/


Islam telah menegaskan adanya pendidikan merupakan proses dalam menuntut/memperoleh ilmu (thalabul ilmi). Salah satu bentuk kewajiban, bernilai ibadah yang dibalas dengan pahala.  Tertuang dalam hadits Rasulullah yang diriwayatkan Ibnu Majah, dan dishahihkan oleh Syaikh Albani dalam Shahih wa Dha'if Sunan Ibnu Majah no. 224.

طَلَبُ اْلعِلْمْ فَرِثْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ


"Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap individu muslim."


Maka negara sebagai pelayan umat akan menyediakan fasilitas pendidikan bagi rakyatnya.  Dalam buku Muhammad SAW, The Super Leader Super Manager, Rasulullah yang menjadi pemimpin negara Madinah saat itu, telah membebaskan 70 orang tawanan dari kaum Quraisy Makkah.  Dengan syarat setiap 70 orang tawanan tadi mengajarkan sepuluh orang penduduk Madinah membaca dan menulis.  Sehingga terbebaslah dari buta huruf sejumlah 700 penduduk Madinah saat itu. Maka inilah bukti nyata pemerintahan Islam yang sangat mengutamakan pendidikan bagi rakyatnya.


Keberlangsungan jaminan ini diteruskan oleh para pemimpin setelah Rasulullah wafat.  Seperti kepemimpinan khalifah Umar bin Khattab.  Beliau sangat memperhatikan penyelenggaraan pendidikan bagi rakyatnya.  Sehingga negara memberi gaji kepada tiga orang guru di Madinah senilai 15 dinar (1 dinar = 4,25 gram emas; 15 dinar = 63,75 gram emas; bila saat ini 1 gram emas Rp. 500 ribu, berarti gaji guru pada saat itu setiap bulannya sebesar Rp 31.875.000).


Sehingga inilah kunci sukses suatu pendidikan yang diatur oleh negara.  Adanya jaminan kesejahteraan para guru, dan penyelenggaraan sarana yang merata bagi rakyat untuk menerima pendidikan dari jenjang dasar sampai tinggi.  Maka proses pendidikan semacam ini menjadi lebih fokus tuk memunculkan generasi-generasi unggul yang berguna bagi umat.  


Sejarah telah mencatat dengan tinta emas bagaimana ilmuwan Islam melahirkan karya-karya gemilang yang bisa kita nikmati hasilnya sampai sekarang.  Seperti Ibnu Sina, bapak kedokteran modern hasil karya bukunya dijadikan pedoman bagi dunia kedokteran selama berabad-abad. Al-Khawarizmi, penemu angka 1-0 yang masih dipakai sampai sekarang.  Ibnu Haitham, bapak optik penemu konsep cahaya.


Dana pendidikan diperoleh dari pengelolaan kekayaan umum.  Termasuk sumber daya alam yang mengalir dalam jumlah besar (minyak bumi, gas alam, batu bara, emas, nikel dll bahan tambang serta mineral).  Juga adanya kekayaan laut, hutan, padang gembalaan. Negara mengelola secara mandiri, dan hasilnya buat kesejahteraan umat, termasuk hak memperoleh pendidikan. Inilah kesempurnaan Islam yang akan membawa rahmat bagi seluruh alam.

Wallahua'laam bishawwab. []

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama