JANGAN LUPAKAN SEJARAH… BELAJARLAH DARI SEJARAH

 


Mamay Maslahat, S.Si., M.Si.

Dosen


Polemik Program Organisasi Penggerak (POP) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan   (Kemendikbud) telah mebuat gaduh masyarakat Indonesia terutama yang konsern terhadap dunia pendidikan. Bagaimana tidak, karena dua organisasi massa besar yaitu Muhammadiyah dan Nahdhotul Ulama (NU) telah walk out dari POP ini, bahkan kemudian diikuti oleh organisasi Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Alasan ke tiga organisasi ini mundur diantaranya karena tidak adanya transparansi dalam penentuan pihak yang mendapatkan dana POP, dan munculnya nama Sampurna dan Tanoto Foundation sebagai pihak penerima dana POP, walaupun hal ini kemudian diklarifikasi dan disanggah oleh Mendikbud Nadiem Makarim ketika beliau melakukan permintaan maaf di media, setelah kegaduhan terjadi di masyarakat.  Wakil Ketua Komisi X DPR, Dede Yusuf menilai permintaan maaf Menteri Mendikbud  Nadiem Makarim terkait polemik POP merupakan sikap yang bijaksana. Dede  menekankan pentingnya komunikasi yang intens antara Nadiem dengan organisasi penggerak karena bagaimana pun juga NU dan Muhammadiyah adalah bagian integral dari dunia pendidikan bangsa ini sejak dulu, sehingga komunikasi aktif menjadi sangat berarti. 


Mengapa hal ini bisa terjadi ?? terdapat pernyataan dari beberapa tokoh masyarakat agar Mas Menteri jangan melupakan sejarah bahkan ada pernyataan yang lebih keras lagi dari tokoh masyarakat tersebut agar Mas Menteri  belajar sejarah terutama sejarah pendidikan di Indonesia. 


Muhammadiyah telah berkontribusi sangat besar dan berkiprah sangat lama bagi kemajuan pendidikan bangsa, bahkan sejak sebelum kemerdekaan. Sekolah yang didirikan organisasi Muhammadiyah juga telah membantu kalangan kurang mampu, karena di beberapa sekolah para siswa dibebaskan dari biaya pendidikan atau membayar biaya pendidikan semampunya. Wakil Sekretaris Mejelis Pendidikan Dasar dan Menengah PP Muhammadiyah Imran Hanafi mengatakan berdasarkan data 2012, sekolah milik Muhammadiyah berjumlah 4.994 yang tersebar di seluruh Indonesia. Angka tersebut terdiri dari 1055 SD, 1.073 Madrasah Ibtidaiyah, 1.086 SMP dan Madrasah Tsanawiyah sebanyak  501. Untuk tingkat SMA jumlahnya 523 dan Madrasah Aliyah 170. Sedangkan tingkat SMK sebanyak 489 dan pondok pesantren sebanyak 97 unit. Bahkan untuk tingkat perguruan tinggi, saat ini  Muhammadiyah telah memiliki lebih dari 170 perguruan tinggi. Selama lebih dari satu abad Muhammadiyah telah ikut membantu dalam meringankan beban pemerintah dalam bidang pendidikan, bahkan bidang lainnya juga yaitu  sosial dan  kesehatan.


Begitu pula dengan NU.  Kiprah NU dalam dunia pendidikan di Republik ini jangan diragukan, dengan bentuk dan sistemnya yang khas pesantren. Pasang surut perjuangan LP Maarif  NU (Lembaga  yang bertugas mengelola program pendidikan) dalam mengabdi untuk ikut mencerdaskan bangsa memiliki torehan yang panjang sampai saat ini. Tercatat lembaga  pendidikan swasta (non Pemerintah) LP Maarif NU telah mewadahi ribuan sekolah dan madrasah yang tersebar di seluruh tanah air.


Sekali-kali jangan lupakan sejarah, tapi belajar lah dari sejarah.   Sejarah juga mencatat bahwa syariah Islam pernah secara formal diterapkan di bumi Nusantara. Saat itu para Sultan menerapkan hukum Islam sebagai hukum negara dan kesultanan  tersebut memiliki hubungan yang jelas dengan Khilafah Islam. Para ahli sejarah mengakui, Kekhilafahan Islam  memang ada dan menjadi kekuatan politik real umat Islam. Setelah masa Khulafaur Rasyidin, di belahan Barat Asia muncul kekuatan politik yang mempersatukan umat Islam dari Spanyol sampai Sind di bawah Kekhilafahan Bani Umayah (660-749 M), dilanjutkan oleh Kekhilafahan Abbasiyah kurang lebih satu abad (750-870 M), serta Kekhilafahan Utsmaniyah sampai 1924 M.


Secara faktual, pada abad 16 dan 17, umat Islam di Kepulauan Nusantara sedang menghadapi serangan penjajah asing, khususnya Portugis dan Belanda. Banyak bukti yang menunjukkan adanya hubungan yang dekat antara Aceh dan Khilafah Utsmani. Aceh seakan-akan dianggap sebagai bagian dari wilayah Turki Utsmani. Persoalan yang menimpa umat Islam di Aceh seakan-akan dianggap sebagai persoalan umat Islam secara keseluruhan. Khilafah Utsmani melindungi wilayah Aceh serta membantu Aceh melakukan perlawanan terhadap penjajah, melakukan  futuhat  dan dakwah. 


Sejarah juga menunjukan bahwa umat muslimin mendapatkan kejayaan dan kesejahteraan ketika mereka berpegang teguh terhadap Islam. Islam dijadikan qoidah dan qiyadah fikriyah dalam kehidupannya. Begitu juga sejarah menunjukan bahwa ketika kaum muslimin meninggalkan Islam, dan lebih memilih sistem lain di luar Islam dalam mengatur kehidupannya baik secara individu, bermasyarakat dan bernegara maka hanya kemunduran dan keterpurukan yang dialami oleh kaum muslimin, seperti yang banyak terjadi di belahan dunia saat ini.  MakaBelajarlah dari SEJARAH. Wallâh alam bi ash-shawâb.


*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama