Resesi Siap Menghampiri, Bagaimana Harus Menghadapi?



Oleh Dyan Ulandari

Kali ini berbagai negara dihantui bayang-bayang resesi. Deretan negara yang terkena dan terancam resesi diantaranya Singapura, Jepang, Hongkong, Jerman, Perancis, Italia, dan Amerika Serikat.

Tak bisa dimungkiri Indonesia pun terancam hal yang sama. Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad memprediksi resesi Indonesia pada triwulan lll-2020. (m.detik.com, 23/7/2020)

Secara umum resesi merupakan periode jatuhnya aktivitas ekonomi yang tersebar di seluruh sektor ekonomi dan berlangsung selama lebih dari beberapa bulan. Ekonomi menurun secara signifikan, setidaknya menyerang lima indikator ekonomi, yaitu PDB (Pendapatan Domestik Bruto) riil, pendapatan individu, pekerjaan, manufaktur, dan ritel.

Resesi tentu jadi masalah dan ancaman suatu negara. Ia menyebabkan kesusahan yang mendalam dan berturut-turut. Bahkan Korea Utara di bawah kepemimpinan Kim Jong-Un dalam situs web pemerintah; Naera, menyeru warganya memakan terrapin (reptil sejenis penyu) untuk mengatasi kelaparan akibat kekurangan pangan akibat pandemi covid-19. Ia menganjurkan terrapin disajikan mentah, dibuat kaldu, semur, atau bubur. (internasional.sindonews.com, 22/7/2020)

Dalam menghadapi ancaman ini para ahli mendorong masyarakat untuk mengantisipasi dan menghadapi dengan berhemat, berbelanja hanya untuk pangan dan kesehatan, menabung, serta menyiapkan alternatif pekerjaan. Namun cukupkah resesi dihadapi dengan hal-hal tersebut?

/Resesi Berkali-kali Karakter Ekonomi Kapitalistik/

Kapitalisme dan gelombang resesi memang tak bisa dipisahkan. Sudah menjadi hal  yang pasti terjadi di selang kurun waktu dan titik tertentu. Amerika Serikat saja terhitung 33 kali resesi sejak tahun 1854. Dan kini terpaan pandemi covid-19 meembuatnya datang lebih awal.

Sejatinya, resesi tetaplah akan terjadi sekalipun tak ada covid-19. Hanya saja kedatangan covid seakan menjadi katalisator proses ini. Membuat mata kian terbuka bahwa sistem ekonomi dalam naungan kapitalisme begitu keropos dan rapuh. Terbukti dengan betapa kewalahan dan gagapnya ketika wabah covid melanda. Sektor perekonomian langsung terpelanting tanda negara tak benar-benar gagah dan kaya.


/Seruan Hemat Tak Solutif/

Berhemat adalah perilaku membelanjakan harta sesuai kebutuhan saja. Ia merupakan perbuatan yang sifatnya individual. Sedangkan resesi justru timbul dari hal yang sifatnya sistemik dan fundamental. Yakni berlakunya sistem ekonomi kapitalisme.

Begitu juga alternatif menyiapkan pekerjaan baru tak banyak bisa dilakukan karena berbagai faktor. Resesi juga memberikan efek domino berbagai sektor. Ekonomi tersendat dan macet. Produksi barang maupun jasa tertentu akan sulit terserap karena resesi mengharuskan mengencangkan ikat pinggang.

Terlebih lagi menabung. Lebih kecil kemungkinannya bagi sebagian besar orang.hari ini. Sekarang saja jumlah masyarakat tergolong miskin jumlahnya semakin menanjak, itupun berdasarkan standard BPS yang tergolong rendah dibanding standar berbagai negara.

Maka berhemat tak cukup menjadi solusi menghadapi resesi. Hal ini karena ekonomi kapitalisme penyebab  resesi sejatinya dibangun dan didukung diantaranya hal berikut. Pertama, ekonomi berbasis sektor moneter dimana keuntungan diperoleh sektor non riil melalui investasi spekulatif dan ribawi. Kedua, berbasis fiat money yang mana nilai intrinsik uang tidak ditopang logam mulia. Ketiga, berbasis utang. Keempat, penyelamatan krisis dengan suntikan dana untuk menyehatkan lembaga keuangan dan likuiditas bank, membeli surat-surat berharga yang sebagian besar sudah kehilangan nilai, dan menurunkan suku bunga.

Adanya pemulihan yang nampak setelah krisis pun sebenarnya hanya kesembuhan semu. Karena suatu saat akan alami krisis lagi. Begitu berulang-ulang melekat sebagai bagian dari siklus ekonomi ala kapitalisme.

/Sistem Islam Jauh Dari Resesi/

Sangat berbeda dengan sistem Islam ketika mengurusi perekonomian. Dalam Islam, akan kita jumpai keunggulan-keunggulan aturannya yang kaffah. Diantaranya adalah pembangunan dan pengembangan bertumpu pada sektor riil saja. Terdapat pembagian kepemilikan yang tegas antara individu, umum, maupun negara. Perekonomian kondusif yang memungkinkan seseorang mendapatkan jaminan kebutuhan dasar, mendapat kesempatan yang luas memenuhi kebutuhan sekunder maupun tersiernya.

Begitu juga ketika terjadi suatu wabah, ada sistem politik serta ekonomi yang paten dan anti gagap untuk menghadapinya. Karantina wilayah, riset penyakit secara mendalam, dan pos-pos pembelanjaan berbasis baitul mal atas izin Allah siap setiap saat.

Bukan gurauan atau hayalan, peradaban Islam terbukti pernah menaungi 2/3 dunia berabad-abad lamanya sebelum akhirnya diruntuhkan musuh-musuhnya. Kita dapati jejaknya, ekonomi pun jauh dari resesi. Berbeda jauh dengan kepemimpinan era kapitalisme. Hari ini belum genap satu abad tapi yang ada malah semakin terlihat kekacauan dimana-mana termasuk resesi ekonomi.

Sistem ekonomi dalam Islam aturannya bersumber dari wahyu Allah yakni kitabullah dan as-sunnah. Maka kita dapati pengaturan yang sesuai fitrah, dan memberi ketenteraman bagi seluruh rakyat.

Saatnya kita tundukkan hati sebagai manusia yang punya keterbatasan. Tak ada alasan lagi bagi kita untuk menghadapi resesi ini selain dengan meninggalkan yang tidak layak yakni kapitalisme, aturan yang bersumber dari manusia. Dan  kembali pada aturan Pencipta - Allah Yang Maha Kuasa dan Sang Pemberi Kehidupan.

Allahua'lam bisshowab.

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama