oleh : Salma Shakila
Beberapa hari yang saya ambil uang di ATM dengan pecahan 100 ribuan. Uangnya 'fresh from the oven' gitu. Dalam hati bertanya, nih uang sebaru ini? Jadi sayang untuk dibelanjakan. Ehhhmmm...emang bisa? Maksudnya di saat kondisi seperti ini emang bisa uang tertahan untuk tetap duduk manis di dompet dan tidak dibelanjakan kebutuhan pokok? Hehehe. Bukan tentang itu sih maksudnya.
Di hari yang sama, sekilas saya juga baca judul berita di time line soal usul Badan Anggaran DPR untuk mencetak uang antara Rp 400 sampai Rp 600 Trilyun untuk mengatasi masalah ekonomi akibat wabah Covid-19. Lalu Kadin alias Kamar Dagang bukan kepala dinas ya meminta pemerintah mencetak uang kertas baru senilai Rp 1.600 Trilyun untuk mengatasi krisis ekonomi akibat wabah Covid-19.
Uang trilyunan itu seberapa to? Emang rakyat merasakan? Entahlah. Bahkan ada usulan jumlah yang dicetak mencapai Rp 4.000 Trilyun
Harapannya ketika uang beredar di masyakarat ditambah maka akan menaikkan jumlah konsumsi dan produksi masyarakat. Kan pada punya uang banyak tuh. Ekonomi dianggap akan bergerak jika disuntik uang kertas dalam jumlah banyak. Jadi skenarionya dicetak uang banyak, lalu rakyat dan pengusaha pada pinjam uang di bank ditambah dengan suku bunga yang turun jadi dianggap banyak tuh yang bakal mengajukan kredit ke bank trus dengan begitu ekonomi akan bergerak. Jadi menyelesaikan lewat jalur fiskal istilahnya
Eh, kalau pemerintah mau 'ngasih' bantuan ke rakyat mah langsung aja. Nggak usah dilewatkan kredit di bank segala. Bolehlah minjemi rakyatnya tapi tanpa bunga ya. Syukur-syukur bukan pinjaman tapi hibah atau pemberian. Kan ini kehidupan rakyat lagi susah. Dengan begini ekonomi bakal bergerak.
Lagian kan kalau cetak uang banyak bakal menimbulkan inflasi. Menambah uang yang beredar di masyarakat akan menurunkan nilai uang dan membuat harga barang melonjak naik. Jadi pendapatan yang diperoleh masyarakat jadi turun nilainya. Coba sekarang uang 100 ribu dibanding 10 tahun yang lalu sama gak? Kalau nggak sama, ya itu karena nilai uanh 100 ribu semakin menurun.
Cobalah kita lihat kasus yang terjadi di Zimbabwe pada tahun 2008 karena terus mencetak uang untuk mengatasi krisis maka terjadi hyperinflasi hampir 7,9 Milyar % dan harga barang naik 2 kali lipat dalam 24 jam. Indonesia sendiri pernah mengalami krisis yang parah di masa orde lama akibat pencetakan uang kertas yang terlalu berlebihan.
====
Rupiah sendiri adalah uang kertas. -Iya udah tahulah kalau uang kertas mah-. Maksudnya rupiah ini jenis fiat money. Rupiah bisa berdiri karena pemerintah menganggap itu adalah uang. Artinya ada nilainya. Tapi jika suatu saat ada hukum yang menyatakan kertas itu bukanlah uang maka itu hanya akan jadi seonggok kertas berwarna yang tidak berguna. Misal nih seperti uang-uang kertas yang lama kan tidak berlaku lagi tuh dan tidak bernilai.
Fiat money sendiri adalah skenerio Amerika Serikat untuk menguasai pasar moneter dunia. Jadilah semua distandarkan pada dollar. So, kalau untuk solusi ekonomi akibat wabah dengan mencetak uang sampai 600 Trilyun begitu jelas banget itu bukan solusi. Kalau memaksa mencetak uang harus ada back up emas dan perak. Nah, sekarang pertanyaannya emas dan perak itu ada nggak. Karena kalau mencetak uang kertas mah gampang aja. Yang perlu dipikirkan adalah efek bagi ekonomi secara keseluruhan.
====
Lalu bagaimana solusi dalam Islam. Dalam Islam solusinya mata uang yang digunakan adalah emas dan perak, dalam bentuk dinar dan dirham. Mata uang ini terbukti tahan inflasi. Buktinya kalau di masa Rosulullah harga seekor kambing itu 1 dinar. Sekarang pun 1 Dinar sudah cukup untuk beli kambing.
Lalu, begini. Bukannya saya sok gimana-gimana gitu ya. Tuh kan, sejak awal penanganan Covid-19 nggak pakai solusi Islam sih. Jadikan kan virus semakin masif menyebar ke seluruh Indonesia. Kan kalau dalam Islam kesehatan itu adalah kebutuhan dasar warga negara yang harus dipenuhi oleh negara. Pemenuhan menggunakan harta di baitul mal. Misal harta dari tambang. Kalau nggak cukup bisa menarik pajak dari orang kaya pada saat dibutuhkan saja. Bukan terus menerus ya pajaknya.
Lalu lock down yang serius menjadikan hanya daerah yang kena wabah saja yang terkena dampak ekonomi. Daerah lain tidak ekonominya tidak terganggu. Aktivitas daerah lain akan berjalan dengan normal tidak seperti PSSB yang diberlakukan di negeri ini serba nanggung begini. Itu semua karena Islam cepat tanggap dan sangat menghargai nyawa manusia.
Nah, jika mau ambil solusi Islam ya harus kaffah atau keseluruhan. Pengurusan ekonomi biar stabil berbasis emas dan perak, dan pengurusan kesehatan mengatasi wabah yang menjadi tanggung jawab negara ini bisa diwujudkan jika sistem fundamentalnya adalah Islam. Sistem Islam itu yang jika diterapkan secara keseluruhan ya melalui Daulah Khilafah Islam. Allahu Akbar.
Wallahu 'alam Bisshowab.[]