Phisycal Distacing Diperpanjang, Penanganan Terbaik Harus Segera Launching



Oleh: _Rut Sri Wahyuningsih_
Penulis dan Umm wa Rabbatu bait


Per hari ini, Rabu 1 April 2020,  Majelis Dikdasmen Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur resmi mengeluarkan surat keputusan bernomor 1355/EDR/II.4/F/2020 tentang kebijakan pendidikan dalam masa darurat penyebaran COVID-19, yang kemudian memutuskan memperpanjang masa Belajar Di Rumah ( BDR) yang semula akan berakhir pada tanggal 5 April 2020 menjadi hingga batas waktu yang tidak ditentukan.


Jelas keputusan ini menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat, yang selama ini sudah menjalani masa karantina dirumah selama kurang lebih 3 Minggu. Sebab selama itu, semua keluarga disibukkan dengan ritme yang berubah 100%.


Dari yang tadinya sekolah dan bekerja di luar rumah sekarang berganti di dalam rumah. Dimana itu membawa konsekwensi tak sedikit. Baik materi maupun non materi. Tentu semua berharap keadaan segera berubah. Bukan berarti tak sabar dan sadar bahwa ini bagian dari ikhtiar.


Namun, jika melihat pada proses penanganan yang cenderung tak terarah, dimana negara hanya menghimbau, sehingga setiap daerah menyikapinya dengan berbeda. Tak ada kepaduan. Satu wilayah Lockdown total tidak dengan daerah yang lain. Satu wilayah pemimpinnya begitu sigap dengan menyediakan tempat untuk perawatan pasien, APD, nakes terampil, dana yang lebih dari cukup sementara di wilayah lain kedodoran hingga harus meminta sumbangan dari warganya.


Maka, bisakah berharap pandemi ini segera berlalu? Sebab akhirnya inkubasi virus jadi beragam, korbanpun semakin merata, tak hanya menyerang manula, namun juga manusia dewasa dan anak-anak lainnya. Ditambah dengan minimnya informasi valid mengenai mana wilayah yang sudah zona merah dan belum makin membuat puncak kepanikan masyarakat berjalan searah dengan puncak pandemi virus.


Pemerintah pusat yang semestinya menjadi pemegang kendali utama adalah pihak yang merasa paling berkepentingan mengurus rakyat dan meredam kepanikan, juga seringnya membuat makin bingung. Dari yang seharusnya Lockdown, beralih kepada darurat sipil, berubah lagi menjadi Pembatasan Wilayah Lebih Luas. Bahkan masih saja berfokus pada pembiayaan pembangunan ibukota baru, bukankah akhirnya perannya berubah menjadi pencari profit?


Makin tidak jelas,namun pada intinya pemerintah mengambil kebijakan yang paling less bugdet atau yang berbiaya termurah. Sebab kebijakan yang lainnya membawa konsekwensi yang tak murah, Italia, China dan yang lain begitu konsentrasi menggelontorkan dana triulnan dollar untuk mencukupi kebutuhan rakyatnya yang sedang menjalani masa isolasi. Positip atau tidak terkena COVID-19. Sebab itulah jalan terjitu guna memutus rantai perkembangan pandemi.


Inilah wajah asli kapitalisme yang selama ini menjadi topeng dihadapan rakyatnya seolah negara telah bekerja keras. Namun tak ada jaminan apapun termasuk kapan pandemi ini bisa segera berakhir. Jalan yang ditempuh kapitalisme tak lain terus menerus mengupayakan keuntungan ,meskipun rakyat menjadi tumbal.


Sangat bertentangan dengan Islam, nyawa seseorang begitu berharga dan bagi seorang pemimpin menjadi batu sandungan baginya apakah kelak melenggang manis ke surga atau justru terjungkal ke neraka. Maka, Lockdown benar-benar akan diterapkan sebagai tindakan langsung memutus rantai pandemi. Sedangkan masyarakat di sekitar wilayah zona merah tetap menjalankan aktifitas hariannya tanpa takut tertular, jaminan negara sangat qothi terkait ini.


Seluruh kebutuhan wilayah zona merah disokong penuh oleh negara, dana tak akan kelimpungan sebab Baitul maal telah menyediakan pos khusus yaitu Diwan bencana alam dan wabah. Negara akan terus mengedukasi rakyatnya untuk senantiasa hidup sehat saat ada atau tidak ada wabah.


Begitupun  sarana dan prasarana kesehatan akan dibangun oleh negara sebagai bentuk jaminan bagi rakyatnya. Upah para nakes dan laboratorium penelitian akan senantiasa diupgrade. Semua agar tingkat kehidupan rakyat meningkat. Sejahtera lahir dan batin . Sebab memang itulah tujuan dibentuknya sebuah negara.
Dan negara itu hanya ada jika kita mau mengubah sistem aturan kapitalisme dengan Islam. Islam adalah akidah dan syariah,  keimanan sekaligus aturan bagaimana agar aturan itu bisa diterapkan. Allah SWT berfirman :

" _Sesungguhnya jawaban orang-orang mu’min, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan.” “Kami mendengar dan kami patuh.” Mereka itulah orang-orang yang beruntung. Siapa saja yang taat kepada Allah dan rasul-Nya serta takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan_. ( *QS an-Nur [24]: 51-52*)


Maka, hukum agar terdapat keadilan hanya jika kita menerapkan syariat. Dan belum beriman kita jika belum melaksanakan apa yang diperintahkan Allah. Pantaslah jika bencana ini tak segera berakhir, sebab kita belum menjawab seruan Allah dengan mengatakan" _kami mendengar dan kami patuh_". _Wallahu a' lam bish showab_.[]

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama