Oleh: Endang Setyowati
(Kontributor Muslimah Voice)
Di saat wabah corona semakin bertambah dan semakin banyaknya tenaga medis yang menjadi garda terdepan dalam penanganan virus covid-19 ini yang menjadi korban.
Seperti yang di beritakan
Vivanews (17/4/2020), Juru Bicara Khusus Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, mengatakan kasus positif virus corona atau covid-19, hingga Jumat, 17 April 2020 pukul 12.00 WIB, terus bertambah.
Ada penambahan 407 kasus baru, sehingga total kasus pasien positif corona sebanyak 5.923 orang.
"Update dari seluruh rumah sakit yang merawat pasien covid-19 di Indonesia, tanggal 16 April pukul 12.00 WIB hingga 17 April pukul 12.00 WIB, dari hasil pemeriksaan PCR terjadi penambahan kasus baru sebanyak 407 orang. Total, kasus kumulatif hari ini 5.923 orang positif," ujar Yurianto, dalam konferensi pers melalui akun YouTube Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jumat, 17 April 2020.
Yurianto menjelaskan, untuk pasien yang dinyatakan sembuh meningkat pesat yakni 59 orang, sehingga total 607 orang telah sembuh hingga hari ini. Kemudian, untuk meninggal dunia bertambah 24 orang sehingga total menembus sebanyak 500 lebih atau tepatnya 520 orang.
“Kasus sembuh jadi 607 orang dan meninggal 520 orang,” ujarnya.
Namun di tengah kondisi demikian, justru pemerintah melalui Kemenkumham telah menargetkan sekitar 30.000 hingga 35.000 narapidana dan anak yang akan dibebaskan. Namun, untuk tindak pidana luar biasa seperti korupsi, terorisme dan nakotika belum dapat dibebaskan sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Permasyarakatan.
Kemenkumham pun berencana untuk merevisi PP Nomor 99 tahun 2012 dengan empat kriteria narapidana yang dapat dibebaskan yaitu narapidana narkotika yang telah menjalani 2/3 masa tahanan dari 5 sampai 10 tahun masa pidana. Kedua, narapidana korupsi yang berusia diatas 60 tahun dan telah menjalani 2/3 masa tahanan.
Ketiga, narapidana yang mengidap penyakit kronis dan telah menjalani 2/3 masa tahanan dan keempat berlaku bagi narapidana WNA (cnnindonesia.com 05/04/2020).
Kemenhumkam telah membuat klaim bahwa kebijakan untuk membebaskan narapidana tersebut mampu menghemat anggaran negara sebanyak 260 miliyar. Pembebasan puluhan ribu napi yang belum mendapatkan bekal yang cukup untuk menjadi pribadi yang lebih baik justru akan melahirkan masalah baru, karena tidak adanya jaminan, mantan napi yang dibebaskan tersebut tidak mengulangi kejahatan lagi. Sehingga kriminalitas justru akan semakin meningkat.
Seperti yang dilansir oleh Vivanews (11/04/2020), Polisi membeberkan motif lima pemuda yang merupakan kelompok anarcho syndicalism nekat coba membuat keonaran di masyarakat di tengah wabah virus corona atau covid-19.
Pada polisi, sementara mereka mengaku ingin mengajak masyarakat untuk membuat onar dan rusuh di situasi sekarang ini. Namun, hal ini masih terus dikembangkan oleh polisi.
"Motif sementara tersangka ingin mengajak masyarakat untuk membuat keonaran dan kerusuhan dengan situasi yang ada saat ini," ucap Kapolda Metro Jaya, Inspektur Jenderal Polisi Nana Sudjana di Markas Polda Metro Jaya, Sabtu 11 April 2020.
Seruan provokasi mereka ini berangkat dari sikap mereka yang mengaku tidak puas terhadap kebijakan pemerintah saat ini. Maka dari itu, sebagai bentuk kekecewaan mereka lantas melakukan aksi vandalisme bernada mengajak masyarakat berbuat onar.
Beginilah yang terjadi jika ada di dalam sistem kapitalis, semua tolak ukurnya antara untung dan rugi. Tidak lagi memikirkan keselamatan dan nasib rakyatnya. Dari awal kebijakan pemerintah nampak membingungkan dan tidak serius menangani wabah corona ini.
Saat rakyat dihimbau untuk di rumah aja, liburnya anak-anak sekolah, bahkan para pekerjapun di rumahkan. Bagi yang memiliki pekerjaan tetap mereka diarahkan untuk WFH(Work From Home).
Sudah seharusnya para napi juga tetap di rumah tahanan saja. Itu akan mencegah penularan wabah ini.
Sebenarnya dulu Islam telah menerapkan sistem karantina ini jauh sebelum negara manapun menerapkan. Dan ketika wabah telah menyebar maka sudah menjadi kewajiban negara untuk menjamin kesehatan rakyatnya. Dengan mengadakan pengobatan gratis, dan fasilitas lainnya yang mendukung agar wabah segera berakhir.
Seperti sabda Rasulullah saw:
"Jika kalian mendengar wabah di suatu wilayah, janganlah kalian memasukinya. Jika wabah terjadi di tempat kalian berada, jangan kalian tinggalkan tempat itu (HR. Al-Bukhari).
Ketika ada orang-orang yang fasik dan berbuat zalim, maka diberlakukannya hukum had. Jika perbuatan mereka dibiarkan, maka akan membahayakan kehidupan manusia dan harta bendanya.
Dalam buku Sistem Sanksi dalam Islam dijelaskan bahwa penjara ialah tempat untuk menjatuhkan sanksi bagi orang yang melakukan kejahatan. Penjara adalah tempat di mana orang menjalani hukuman yang dengan pemenjaraan itu seorang penjahat menjadi jera dan bisa mencegah orang lain melakukan kejahatan yang sama.
Di dalamnya harus ada pembinaan kepada para napi agar mampu meningkatkan rasa takut kepada Allah dan memperkuat ketakwaan. Juga diberikannya hak hidup yang sesuai syariat misalnya makanan yang layak, tempat tidur yang terpisah, serta kamar mandi yang tetap melindungi aurat dan menjaga pergaulan antarnapi.
Setelah bebas dari penjara, diharapkan ia kembali menjadi masyarakat yang dapat bermanfaat untuk agamanya dan sesama manusia. Tidak akan ada lagi kejahatan yang terulang.
Semua itu bisa dilaksanakan jika kita mau menerapkan hukum Islam secara kaffah. Jadi masihkah percaya dengan sistem yang ada saat ini?[]