Oleh : Septa Yunis
(Analis Muslimah Voice)
Wabah corona atau Covid-19 tak menjadikan pemerintah berhenti untuk memburu aktivis Islam.
Seperti yang dilansir tribunnews.com (4/4/2020) Direktorat Siber Bareskrim Polri menangkap Ali Baharsyah karena diduga menyebarkan hoax atau ujaran kebencian di media sosial yang menyinggung orang nomor satu di Indonesia, Presiden Joko Widodo.
Penangkapan tersebut sebagai tindak lanjut dari laporan Muanas Alaidid, Aktivis PSI. Alaidin melaporkan Bung Ali terkait unggahan video pada akun Facebook miliknya dan diduga telah melanggar ketentuan pasal 14 dan 15 UU No 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Pidana.
Namun ternyata, ketika dilakukan pemeriksaan, tindakan yang diperkarakan adalah orasi Bung Ali yang mengatakan "Cina Kafir" ketika membela muslim Uighur di depan Kedubes China. Hal ini atas laporan Internal Polisi No. LP/A/0290/III/2019/BARESKRIM Tanggal 06 Maret 2019.
Terkait penangkapannya yang terkesan sangat cepat, membuat publik bertanya-tanya, mengapa terhadap aktivis Islam langsung sigap tanggap, sedangkan kepada para penghina Islam sangat mlempem dan seakan acuh tak peduli.
Penangkapan tersebut juga tidak sesuai prosedur yang berlaku. Seharusnya sebelum melakukan pemanggilan dan apalagi penangkapan, penyidik semestinya melakukan penyelidikan awal dengan memanggil sejumlah saksi dan ahli, untuk memperoleh keyakinan apakah perkara yang dilaporkan memenuhi unsur pidana atau tidak.
Seperti inilah reaksi polisi terhadap aktivis Islam yang berusaha menyuarakan kebenaran. Namun ketika umat Islam yang melaporkan terkait dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh sejumlah oknum, tidak ada tanggapan, dan selesai hanya dengan minta maaf.
Rupanya Islam tidak lebih tinggi dari seorang Presiden. Terbukti, ketika ada yang mengkritik Presiden, mereka Sigap bahkan hanya dengan hitungan jam langsung ditangkap.
Kejanggalan selanjutnya adalah kasus yang diperkirakan sebenarnya tidak ada unsur pidana. Bagaimana bisa dipidanakan ketika seorang aktivis Islam membela saudaranya yang ditindas oleh negeri kafir China. Dimana letak unsur saranya?
Atau sebenarnya pemerintah tersinggung dan tidak terima ketika negara para tuannya di kritik? Dan menjadikan pemerintah ketakutan tidak mendapatkan investasi lagi?
Jika memang begitu adanya, sungguh kejam rezim ini. Rela menangkap satu per satu rakyatnya demi "ketidak enakan" terhadap rezim China.
Ditengah pembebasan ratusan napi dan kebanyakan dari napi koruptor, pemerintah tetap memburu aktivis yang teguh menyuarakan kebenaran. Bukankah Polri sudah berjanji tidak akan melakukan penahanan ketika masa pandemi ini. Lantas kenapa Bung Ali tetap diproses dan ditahan?
Dari sini publik bisa menilai bagaimana kerja rezim yang mottonya kerja, kerja, dan kerja. Inilah wahai rakyat kerjaan rezim sesungguhnya. Melepaskan koruptor dan menangkap aktivis Islam yang menyuarakan kebenaran dan sesungguhnya tindakannya tidak ada unsur pidana. Dimana letak keadilan hukum terhadap aktivis Islam? Apakah hukum hanya Berpihak kepada mereka yang pro dengan penguasa?
Semua dapat dilihat dari perlakuan rezim saat ini. Anda semua bisa menilai.[]