Darurat Kesehatan, Indikasi Negara Berlepas Tangan



Oleh: Iim Muslimah S.Pd 

Indonesia menerapkan status kedarutan kesehatan masyarakat. Presiden Joko Widodo juga telah memutuskan opsi pembatasan sosial berskala besar atau PSBB, yang mengacu pada Undang-Undang No 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan.

Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Ede Surya Darmawan, dalam diskusi daring di Jakarta, Kamis (2/4) mengatakan, saat ini Indonesia telah memasuki fase darurat kesehatan. "Masyarakat menjadi garda terdepan untuk mengenali risiko dan mampu melakukan pencegahan agar tidak tertular. Kalau tidak, lonjakan pasien akan menyebabkan layanan kesehatan kesulitan," ujarnya. Kompas.com


”Kekurangan fasilitas kesehatan ini termasuk tenaga kesehatan, ruang isolasi tak memadai, jumlah tes kit, dan APD (alat pelindung diri),” ujarnya. Dari skenario itu juga dilaporkan ada 50 kabupaten/kota yang masuk prioritas dengan risiko tinggi penularan Covid-19. Daerah itu antara lain DKI Jakarta, Kota Surabaya, Kota Semarang, Kota Makassar, Kota Tangerang Selatan, Kota Tangerang, Kota Depok, Kota Bekasi, Kabupaten Tangerang, dan Kota Bandung.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menyatakan siap menjamin hal tersebut. Namun itu ditegaskan hanya sebatas pada kesiapan logistik yang dibutuhkan.

Mantan Mendikbud ini menilai tepat penerapan pembatasan sosial berskala besar ketimbang karantina wilayah. Sebab konsekuensi yang ditimbulkan dari karantina wilayah, berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, dinilainya tidak logis.

Dalam karantina, jelas Muhadjir, pemerintah wajib memenuhi kebutuhan masyarakat, termasuk makanan hewan peliharaan. Sedangkan kalau PSBB tidak.


*Indikasi Negara berlepas tangan*

Pakar Tata Hukum Negara Margarito Kamis menilai, penerapan pembatasan sosial berskala sosial yang diputuskan pemerintah belum sesuai dengan UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan. Ada urutan yang harus dilalui dalam penerapan opsi tersebut.

Mengapa? karena UU No 6 Tahun 2018 kalau tak salah Pasal 55 itu mengatur demikian. Kalau pemerintah menetapkan PSBB, sejak saat itu, satu muncul kewajiban pemerintah mengurus rakyat dan sisi lain muncul hak rakyat urus mereka. Ini aturan hukum, ini UU nya," ujar dia. Liputan6.com

PP PSBB dinilai memiliki indikasi negara berlepas tangan. Opsi lockdown yang sebelumnya disuarakan masyarakat untuk menekan virus covid-19 tidak dijadikan solusi. Mskipun datang dari para medis yang mereka mengetahui bagaimana keadaan dilapangan.

Hal ini jelas mengapa pemerintah justru memilih menetapkan PSBB dibanding lockdown disamping alasan ekonomi yang akan semakin ambruk karena industri akan mati, juga karena ketersediaan pemerintah menjamin kebutuhan hidup rakyatnya selama karantina.

Sebagaimana yang dituturkan oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy diatas bahwasannya pemerintah tidak menjamin seluruh kebutuhan hidup rakyatnya ketika PSBB diberlakukan.

Jika kita telaah memang sebelum terjadi musibah covid-19 ini, ekonomi Indonesia sudah memburuk. Hutang
 semakin membengkak. Bahkan saat ini Nilai tukar rupiah berhasil rebound dan berakhir terapresiasi 65 poin atau 0,39 persen ke level Rp16.430 per dolar AS.

Alih-alih ingin menyelamatkan ekonomi justru pemerintah akan kehilangan rakyatnya sendiri. Bukan hanya kehilangan nyawa namun juga kehilangan kepercayaan untuk mengurus negeri.

Lepas tangannya pemerintah memenuhi kebutuhan rakyatnya membuktikan watak asli pemimpin sekuler yang lahir dari Ideologi kapitalisme. Asas manfaat yang melekat dalam Ideologi kapitalisme membuat pemerintah memperioritaskan untung rugi dibanding menyelamatkan nyawa rakyat sendiri.

*Solusi Islam atasi wabah*


Untuk mengatasi masalah wabah yang kini sudah menjadi pandemi ini tidak hanya bisa diselesaikan hanya segelintir orang. Baik lembaga,komunitas  atau individual. Semua elemen masyarakat harus berperan aktif. Terutama negara harus hadir digarda terdepan dalam melindungi rakyatnya.

Dalam sejarah, wabah penyakit menular pernah terjadi pada masa Rasulullah saw. Wabah itu ialah kusta yang menular dan mematikan sebelum diketahui obatnya. Untuk mengatasi wabah tersebut, salah satu upaya Rasulullah saw. adalah menerapkan karantina atau isolasi terhadap penderita. Ketika itu Rasulullah saw. memerintahkan untuk tidak dekat-dekat atau melihat para penderita kusta tersebut. Beliau bersabda:

‏ لاَ تُدِيمُوا النَّظَرَ إِلَى الْمَجْذُومِينَ

Janganlah kalian terus-menerus melihat orang yang mengidap penyakit kusta (HR al-Bukhari).


Dengan demikian, metode karantina telah diterapkan sejak zaman Rasulullah untuk mencegah wabah penyakit menular menjalar ke wilayah lain. Untuk memastikan perintah tersebut dilaksanakan, Rasul membangun tembok di sekitar daerah wabah.

Rasulullah juga pernah memperingatkan umatnya untuk jangan mendekati wilayah yang sedang terkena wabah. Sebaliknya, jika sedang berada di tempat yang terkena wabah, mereka dilarang untuk keluar.

Ketika karantina diterapkan Negara menjamin keamanan dan keselamatan termasuk menjamin kebutuhan hidup rakyat selama karantina.

Dalam Islam jaminan kesehatan ditanggung negara. Layanan kesehatan diberikan secara cuma-cuma oleh negara untuk seluruh warga negara yang membutuhkannya, tanpa membedakan ras, warna kulit, status sosial dan agama, dengan pembiayaan bersumber dari Baitul Mal.

Serta untuk menjamin kebutuhan ekonomi masyarakat. Islam memberikan wewenang negara untuk mengelola sumber daya alam. Hasil pengelolaan SDA dialokasikan untuk kebutuhan rakyat. Termasuk untuk kesehatan.

Begitulah Islam menjamin seluruh kebutuhan hidup rakyat. Antara pemimpin dan rakyat akan terjadi hubungan yang harmonis karena semuanya dilakukan berdasarkan ketakwaan pada Allah SWT. waAllahua'lamwaAllahua'lam.[]

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama