Akhirnya, Darurat Sipil Batal!


Endah Sulistiowati
Dir. Muslimah Voice

Presiden Jokowi akhirnya membatalkan rencananya memberlakukan darurat sipil dalam situasi terkini di Indonesia akibat wabah corona. Sebagai gantinya, dia mengeluarkan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan status darurat kesehatan masyarakat untuk menanggulangi wabah virus corona di Indonesia.

Kebijakan tersebut ditetapkan setelah menetapkan Covid-19 sebegai jenis penyakit dan faktor risiko yang menimbulkan kedaruratan masyarakat.


Jokowi menjelaskan, dalam status PSBB ini Menteri Kesehatan akan berkoordinasi dengan Kepala Gugus Tugas Covid-19 Doni Monardo. Tidak hanya itu, Menteri Kesehatan juga berkewajiban berkoordinasi secara solid dengan Kepala Daerah.

Presiden memakai dasar hukumnya adalah Undang-undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Pemerintah juga sudah menerbitkan peraturan pemerintah tentang PSSB dan Keppres penetapan darurat kesehatan masyarakat untuk melaksanakan amanat UU tersebut.

Jokowi menegaskan agar tak ada lagi kebijakan daerah yang berjalan sendiri dengan terbitnya PP dan Keppres tersebut. Jokowi ingin semua pihak berkoordinasi menangani wabah corona sesuai koridor UU, PP, dan Keppres yang sudah ditetapkan.

Keputusan ini diambil setelah banyak protes yang dilayangkan masyarakat termasuk oleh para begawan hukum, saat Presiden menetapkan status darurat sipil di Indonesia dalam melawan corona.

/Mengenal UU No 6 Tahun 2018/

UU No 6 tahun 2018 adalah  Undang-Undang tentang Kekarantinaan Kesehatan mengatur tentang tanggung jawab Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, hak dan kewajiban, Kedaruratan Kesehatan Masyarakat, penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan di Pintu Masuk, penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan di wilayah, Dokumen Karantina Kesehatan, sumber daya Kekarantinaan Kesehatan, informasi Kekarantinaan Kesehatan, pembinaan dan pengawasan, penyidikan, dan ketentuan pidana.

Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan meskipun jauh terlambat, muncul, karena International Health Regulations (IHR) tahun 2005 mengharuskan Indonesia meningkatkan kapasitas dan kemampuan dalam surveilans kesehatan dan respons, serta Kekarantinaan Kesehatan di wilayah dan di Pintu Masuk, baik Pelabuhan, Bandar Udara, maupun Pos Lintas Batas Darat Negara. Untuk itu diperlukan penyesuaian perangkat peraturan perundang-undangan, organisasi, dan sumber daya yang berkaitan dengan Kekarantinaan Kesehatan dan organisasi pelaksananya. Hal ini mengingat peraturan perundang-undangan terkait Kekarantinaan Kesehatan yang ada, yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang Karantina Udara, sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini.

Kedua undang-undang tersebut masih mengacu pada peraturan kesehatan internasional yang disebut International Sanitary Regulations (ISR) tahun 1953. ISR Kemudian diganti dengan International Health Regulations(IHR) pada tahun 1969 dengan pendekatan epidemiologi yang didasarkan kepada kemampuan sistem surveilans epidemiologi. Sidang Majelis Kesehatan Dunia Tahun 2005 telah berhasil merevisi IHR tahun 1969 sehingga menjadi IHR tahun 2005 yang diberlakukan sejak tanggal 15 Juni 2007.

Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan disahkan Presiden Joko Widodo pada tanggal 7 Agustus 2018 di Jakarta. Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan diundangkan Menkumham Yasonna H. Laoly di Jakarta pada tanggal 8 Agustus 2018.

Sebenarnya ketika para tenaga kesehatan (nakes) menyampaikan untuk segera dilaksanakan lockdown maka pemerintah sudah memiliki dasar hukum untuk melakukannya. Sayangnya untung rugi masih jadi prioritas utama.

/Try and Eror Covid 19/

Kebijakan pemerintah seakan-akan masih try and eror, atau coba-coba. Tidak ada keseriusan padahal korban terus berjatuhan. Ini nyawa rakyat, manusia, yang setiap hartanya ditarik pajak untuk menghidupi para penguasa dan turunannya. Tapi balsannga membuat mengurut dada.

Jumlah pasien positif terinfeksi virus corona (Covid-19) di Indonesia per 31 Maret 2020 ada 1.528 kasus. Dari jumlah itu, korban meninggal mencapai 136 orang, dengan jumlah yang sembuh 81 orang. Tolong Pak Presiden serius! Atau kami akan buat perhitungan nanti![]

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama