WAJAH PENDIDIKAN PEREMPUAN INDONESIA



Mamay Maslahat, S.Si., M.Si.
Dosen di Bogor

Saat ini, sudah banyak kita temui perempuan-perempuan yang menempati jabatan publik di Indonesia, baik jabatan di bidang politik, akademik ataupun bidang lainnya. Pada bidang politik, terdapat beberapa perempuan yang menduduki posisi penting dalam partai politik hingga diusung menjadi pemimpin daerah baik bupati/walikota, gubernur, bahkan diusung menjadi  menteri, dan sekarang di negeri ini ketua Dewan Perwakilan rakyat dipimpin oleh seorang perempuan.  Pada bidang akademik, tidak sedikit kita dengar juga, perempuan yang menjadi kepala sekolah baik tingkat SD, SMP, ataupun SMK/SMU. Begitu juga di perguruan tinggi, perempuan sudah banyak menduduki jabatan ketua jurusan/program studi, Dekan bahkan beberapa perguruan tinggi negeri ternama di Indonesia, dipimpin oleh seorang Rektor perempuan.

Fakta yang mengagumkan tentang prestasi perempuan Indonesia di atas ternyata tidaklah seindah data statistik. Dalam bidang pendidikan saja, capaian perempuan  Indonesia, sebagaimana yang termuat dalam “Buku Profil Perempuan Indonesia Tahun 2019” yang diterbitkan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, menyatakan bahwa prestasi perempuan Indonesia dalam bidang pendidikan masih rendah dan di bawah laki-laki. Buku ini mengulas aspek pendidikan berdasarkan angka melek huruf, angka partisipasi sekolah, pendidikan tertinggi yang ditamatkan, dan rata-rata lama sekolah.

Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2018, kemampuan membaca dan menulis telah dikuasai oleh hampir seluruh penduduk Indonesia berusia 15 tahun ke atas. Hal ini dapat diamati dari angka melek huruf baik perempuan maupun laki-laki yang mencapai lebih dari 90 persen. Meskipun demikian, kemampuan membaca dan menulis perempuan masih lebih rendah dibandingkan laki-laki. Pada tahun 2018, sebanyak 93,99 % perempuan usia 15 tahun ke atas mampu membaca dan menulis huruf latin, arab, atau lainnya, sedangkan persentase laki-laki lebih tinggi yaitu 97,33 %. Persentase laki-laki 15 tahun ke atas yang telah menamatkan pendidikan SMA ke atas, lebih tinggi dibandingkan perempuan dengan nilai masing-masing 37,70% dan 32,53%. Di sisi lain, persentase perempuan 15 tahun ke atas yang tidak menamatkan pendidikan sekolah dasar dan tidak/belum pernah bersekolah lebih tinggi dibandingkan laki-laki dengan persentase masing-masing 20,74% dan 15,29%. Kondisi tersebut dapat menjadi indikasi bahwa kualitas sumber daya manusia  (SDM) perempuan di Indonesia masih lebih rendah dibandingkan laki-laki.

Menurut buku tersebut, salahsatu yang menyebabkan rendahnya perempuan Indonesia dalam bidang pendidikan adalah “bias gender”. Pendidikan tinggi adalah sebuah kemewahan bagi kaum perempuan. Adanya interpretasi agama, stereotip peran gender yang mengakar dalam budaya setempat, mitos-mitos, atau tindakan represif yang membungkus ketidakpercayaan diri sebagian pihak, perempuan dipaksa mundur menuntut ilmu tinggi. Inilah yang diperjuangkan oleh para feminis di dunia untuk kesetaraan gender dalam berbagai bidang kehidupan termasuk pendidikan. Berdasarkan hal ini, apakah benar karena “gender” perempuan tidak dapat mengenyam pendidikan. Bagaimanakah pandangan Islam terhadap hal ini ?

Perempuan sebagai hamba Allah dalam pandangan Islam, memiliki kedudukan yang sama dengan laki-laki , memiliki tanggung jawab dan kewajiban yang sama untuk mengabdikan diri kepada Allah SWT. Islam memberikan kedudukan yang mulia bagi perempuan sebagai  isteri, ibu dan anggota masyarakat,  maka Islam menekankan pentingnya pendidikan bagi perempuan. Sejarah Islam membuktikan bagaimana  Nabi Muhammad SAW memberikan perhatian besar terhadap pendidikan  perempuan. Kaum perempuan di masa Nabi, mendapatkan kesempatan yang sama dengan adanya waktu khusus bagi kaum perempuan menuntut ilmu agama bersama Nabi.

Begitu juga pada masa sahabat. Pada masa ini telah banyak bermunculan ahli ilmu agama dan pengetahuan.  Sitti Hafsah Binti Umar Bin Khatab, bliau pandai menulis dan  Siti Aisyah Binti Abu bakar  pandai membaca Al Quran dan seorang ahli fiqh yang terkenal.  Hal ini diakui oleh „Urwah bin Zuabair seorang ahli fiqh yang termasyhur,  beliau berkata : “belum pernah saya melihat seorang yang lebih „alim dalam ilmu Fiqh, ilmu kedokteran dan ilmu syi‟ir selain dari „Aisyah”. Dan masih banyak perempuan-perempuan muslimah yang lainnya yang pandai  dalam bidang syair dan politik.

Hal ini berlanjut hingga pada masa kekhilafahan.  Pada masa Kekhilafahan Bani  Abasiyah,  telah memunculkan para perempuan yang ikut serta dalam kegiatan intelektual, pengatahuan agama, sastera dan kesenian. Para perempuan yang ahli di bidang ilmu agama & hadits,  dan para sarjana perempuan muslimah,  terkenal jujur dalam ilmu dan amanah dalam riwayatnya. Seorang ahli hadits  bernama Al-Hapiz az-Zahabi  yang telah mengeluarkan hadits sebanyak 4000 perawi hadits , berkata : “saya tidak melihat dari kalangan perempuan, orang yang terkena tuduhan dan tidak pula orang-orang yang mencoreng nama mereka (sebagai perawi hadits yang terpercaya). Perempuan-perempuan yang terkenal dalam perawi hadits adalah Karimah Al-Marwaziyah dan Sayyidah AlWuzara”.  Pada zaman kekhilafahan juga, dikenal  dua orang perempuan yang bekerja sebagai dokter dan mereka mengobati perempuan-perempuan istana  Khalifah al-Mansur di Andalus. Diantara mereka andalah Zainab, seorang dokter mata yang terkenal dari Bani Uwa.

Sebagai penutup, pendidikan adalah salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat disamping sandang, pangan, papan dan kesehatan. Sistem Islam mewajibkan kepada  negara  (penguasa)  untuk menjamin pemenuhan kebutuhan ini bagi setiap individu rakyatnya baik laki-laki ataupun perempuan.  Penerapan Sistem Islam secara kaffah di setiap bidang kehidupan, akan membawa rahmat bagi seluruh alam. Wallahu a’lam.[]


*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama