Jangan Biarkan Kami Berperang Tanpa APD



Oleh: Desi Wulan Sari
(Revowriter Bogor)

Fasilitas APD menjadi modal utama para pejuang kesehatan saat terjun ke medan perang. Taruhan nyawa pada tugas mereka perlu apresiasi tingkat tinggi, Karena saat menjalankan tugas mulia ini  banyak Dokter, perawat dan relawan yang tidak melihat kondisi mereka sendiri, asalkan bisa menolong para pasien. Sehingga ketersediaan APD harus menjadi fasilitas yang selalu siaga saat di perlukan.

Alat Pelindung Diri (APD) yang dibutuhkan seluruh Rumah Sakit, Puskesmas dan Klinik kesehatan lainnya masih terus dibutuhkan sejalan dengan terus merebaknya wabah Covid-19 ke berbagai wilayah di Indonesia.

Kecemasan para petugas medis saat menangani langsung orang-orang yang telah diangkat status sebagai pasien positif Covid-19. Wabah mendunia ini telah menetapkan standar dan prosedur keamanan diri bagi para dokter dan perawat yang menangani para pasiennya. Karena berbagai cara sangat beresiko bagi para petugas medis saat mereka bersentuhan langsung dengan para pasien.

Hal ini semestinya sudah bisa diprediksi oleh negara, Karena penyebaran wabah yang sangat cepat pasti membutuhkan APD yang semakin banyak jumlahnya. Keutamaan Keselamatan para pejuang medis yang bertugas membantu pasien terpapar Corona harus didahulukan.

Sebagai seorang pemimpin negara harus bertindak cepat, tepat arah dan sasaran. Berbagai cadangan dana yang dapat dialihkan, semestinya digunakan untuk kepentingan pengadaan alat pelindung diri ini. Karena tidak hanya satu atau dua wilayah saja yang memerlukan, tetapi seluruh wilayah Indonesia membutuhkannya.

Faktanya kondisi miris para pejuang medis masih banyak ditemukan dilapangan. Seperti disampaikan Ketua Umum Persatuan Perawat Nasional Indonesia, Harif Fadhilah mengungkapkan bahwa ada sejumlah perawat yang sudah mulai menyerah merawat para pasien Virus Corona. Menurut keterangan Harif Fadhilah mengatakan, para perawat mulai menyerah menangani Virus Corona akibat keterbatasan Alat Pelindung Diri (APD). Saat ini sudah banyak masyarakat yang sangat menghargai jasa perawat dan tenaga kesehatan lainnya. Pasalnya, mereka merupakan garda terdepan dalam penanganan masalah Virus Corona (Tribune papua.com, 26/3/2020).

Dari fakta tersebut terungkap bahwa saat ini APD yang digunakan berbagai Rumah Sakit masih bersifat apa adanya, bahkan rentan tertular pada saat petugas kesehatan menangani pasien Covid-19. Bahkan masyarakat secara spontan dan dengan perasaan iba secepat kilat  mengorganisir secara mandiri, berusaha meminta sumbangan dari berbagai kalangan masyarakat untuk membantu penyediaan APD ini. Apakah rakyat  yang harus bersusah payah seperti ini, dimanakah peran pemimpin negara saat hal-hal genting senacam ini terjadi?

Maka kebutuhan APD tidak bisa ditawar lagi. Kebutuhan anggaran guna pemenuhan APD harus segera disiapkan pemimpin negara. Bukan tidak mampu bagi negara mengatasi masalah ini, tetapi maukah pemimpin negara membuat kebijakan dan instruksi urgensitas penyediaan APD dengan dana yang ada. Sejatinya Itulah fungsi pemimpin amanah yang sayang kepada rakyatnya.

Lihatlah bagaimana Islam menyediakan fasilitas kesehatan bagi rakyatnya.  Di masa  pemerintahan  ‘Abbasiyah. Saat itu kesehatan sebagai kebutuhan dasar rakyat dijamin sepenuhnya oleh negara, kesehatan rakyat merupakan prioritas negara dan sebagai pemimpin umat. Sang penguasa adalah pelindung  umat, bahkan disaat yang sulit sekalipun.

Dikisahkan, salah seorang dokter yang juga merupakan ilmuwan bernama Abu Bakar Muhammad bin Zakaria al-Razi menjadi sosok yang berperan dalam perjuangan jaminan kesehatan di masa pemerintahan ‘Abbasiyah. Saat itu  seorang dokter adalah menyembuhkan orang sakit, yang lebih besar daripada niat untuk mendapatkan upah atau imbalan materi lainnya. Mereka diminta memberikan perhatian kepada orang fakir, sebagaimana orang kaya maupun pejabat negara. Mereka juga harus mampu memberikan motivasi kesembuhan kepada pasiennya, meski mereka sendiri tidak yakin. Karena kondisi fisik pasien banyak dipengaruhi oleh kondisi psikologisnya (‘Abdul Mun’im Shafi, Ta’lim at-Thibb ‘Inda al-Arab, hal. 279).

Perhatian di bidang kesehatan seperti ini tidak hanya terbatas di kota-kota besar, bahkan di seluruh wilayah Islam, hingga sampai ke pelosok, bahkan di dalam penjara-penjara sekalipun. Pada era itu, sudah ada kebijakan daulah dengan rumah sakit keliling. Rumah sakit seperti ini masuk dari desa ke desa. Perlu dicatat di sini, pemimpin  saat itu benar-benar memberikan perhatian di bidang kesehatan dengan layanan nomor satu, tanpa membedakan lingkungan, strata sosial dan tingkat ekonomi. Adapun  Segala kebutuhan alat kesehatan menjadi tanggung jawab mutlak negara dalam melayani kebutuhan rakyatnya.

Maka  jika sampai akhir pandemi nanti tetaplah masyarakat yang bersusah payah mengumpulkan dana untuk pengadaan APD,  maka jelas bahwa dalam sistem kapitalis saat ini menunjukkan keburukan sistem ini dengan melihat  peran pemimpin yang sudah tergantikan oleh kebutuhan penguasa _pengusaha tingkat nasional bahkan  dunia.  Rasa kemanusiaan dan tanggung jawab sudah tidak berfungsi lagi dengan semestinya.

Kembalikan kepada  Islam bagaimana seorang pemimpin mengambil langkah dalam  mengatasi wabah tho'un dan menjamin kesehatan rakyat tampa batas, termasuk penyediaan alat kesehatan yang dibutuhkan kala itu. Karena sesungguhnya pemimpin umat adalah yang mengikuti syariat Allah secara kaffah. Saatnya menyelamatkan pejuang kesehatan dengan pemimpin amanah.

Sungguh Islam diturunkan kepada umat manusia untuk mempermudah urusan manusia di dunia dan investasi pahala amaliyah di akhirat kelak. Wallahu a'lam bishawab.[]

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama