Oleh: Salma Shakila
Analis Muslimah Voice
Gaes, para netizah yang baik hatinya. Sudah tahu apa belum kalau status Indonesia sudah dicabut sebagai negara berflower alias negara berkembang? Pencabutan Indonesia sebagai negara berkembang dilakukan di kantor perwakilan dagang -USTR- di WTO.
Konon katanya Indonesia itu termasuk negara nomor 7 tingkat dunia lho. Jadi kalau dijadikan negara maju yang cocok-cocok aja kata pakde. Kalau kata bapak mentri kita harus bangga. Ini kan kehormatan bagi Indonesia. Tapi benarkah?
Ini Indonesia, gini-gini amat keadaannya. Masak iya sebuah negara maju? Maju kemana? Maju apanya? Emang indikator negara maju itu apa to? Siapa yang memberi labeling? Apa boleh labelingnya 'ngarang' gitu. Padahal sebagai warga negara Indonesia kita bisa merasakan harga-harga kian mahal, biaya hidup kian meningkat, banyak subsidi dicabut, lapangan kerja menurun drastis, gelombang PHK sulit dicegah walau dalam perusahaan-perusahaan sekalipun, utang luar negeri ibarat gunung. Gini koq katanya negara maju? Maju apanya?
====
Usut punya usut ini karena labelingnya Amerika aja. Karena ada pertimbangan politik dan ekonominya terhadap Indonesia. Begini ceritanya.
Pertama, jika bukan lagi negara berkembang maka Indonesia tidak akan dapat Official Development Assistance (ODA). Padahal fasilitas ini memberikan alternatif pembiayaan dari eksternal untuk pembangunan sosial dan ekonomi sebuah negara berkembang. Dan fasilitas ini bisa menjadikan negera berkembang mendapat pinjaman dengan bunga yang rendah. Jika fasilitas ini dicabut maka beban ekonomi Indonesia menjadi semakin tinggi.
Kedua, jika negara berkembang maka, kalau Indonesia ekspor barang ke negara maju maka Indonesia akan mendapat subsidi dari negera maju penerima. Fasilitas ini dikenal dengan istilah Generalized System of Preferences (GSP). Padahal ada 3544 produk Indonesia yang mendapat subsidi ini (cnnindonesia.com, 24/02/2020). So, kalau Indonesia berubah jadi negara maju maka Indonesia tidak akan dapat subsidi ini. Dan tentu bea ekspor ke negara-negara maju akan tambah tinggi padahal produk Indonesia kan lemah dalam persaingan. Ini pasti akan menambah berat beban ekonomi Indonesia.
Terbalik dari Indonesia yang neraca perdagangannya akan terganggu dengan dicabutnya status negara berkembang, AS akan diuntungkan karena defisit neraca perdagangan terhadap produk impor dari Indonesia bisa terkurangi. AS hendak menekan debit neraca perdagangan yang pada Januari 2020 mencapai 1, 01 Milyar Dollar. Sementara bagi Indonesia nilai ekspor akan turun yang biaya mahal dan sulit bersaing dan perdagangannya akan mengalami kerugian.
Selain Indonesia, negara yang dicabut statusnya sebagai negara berkembang antara lain adalah Cina, India, Afrika Selatan, dan Brazil.
=====
So, jangan senang dulu punya predikat negara maju. Karena ujung-ujungnya malah tambah memberatkan perekonomian Indonesia. Eh, lagian dipalakin koq bangga? Hadeuuh...
Perubahan predikat beberapa negara berkembang termasuk Indonesia semata-mata untuk menyelamatkan defisit nerasa perdagangan AS yang mulai kollaps.
Kriteria maju dan berkembang tidak datang dari fakta yang nyata melainkan labeling dari negara kapitalis penjajah terhadap negera-negara kecil dibawahnya. Jadi aturan main dalam hal ekonomi dan politik ya diatur sama mereka itu.
Diam-diam AS bertindak dengan langkah yang nggak tanggung-tanggung. Hal ini dilakuan untuk mengcover ekonominya yang udah di ada ujung tanduk. Negera besar gitu lho, tapi defisit maka terus cari cara untuk mengatasi masalah ekonominya.
Kemarin kan yang bersinar di dunia ekonomi China. Indonesia bahkan terlihat mesra dengan China. Pasca kasus Papua AS masih adem ayem. Sempat l berpikir, apa AS benar-benar udah tak berdaya ya? Eh sekalinya AS muncul, Indonesia kena banyak begini. Jadi lemah tak berdaya. Rasa-rasanya AS ingin menunjukkan hegemoninya atas negara-negara berkembang yang dimaksud termasuk Indonesia.
Ini juga termasuk efek dari perang dagang yang ada di dunia. Fix ini berhubungan dengan penjajahan ekonomi dan politik Amerika atas negara-negara lain.
====
Secara situasi ekonomi dan politik Indonesia sebagai negara yang ekonominya masih lemah. Lha buktinya hutang luar negeri segunung, ya enak tetap jadi negara berkembang. Karena dapat diskon/keringanan bea masuk ekspor. Juga dapat soft loan/utang bunga rendah. Ekspor Indonesia belum bisa bersaing 'head to head" sama produk negara maju. Kualitas kalah. Jadi ekspor bakal menurun.
Tapi kalau perspektif negara ideologis. Jika Indonesia ingin jadi negara maju yang hakiki bukan abal-abal harus tahu akar masalah Indonesia jadi lemah itu apa? Karena ketergantungan pada AS yang bisa seenaknya aja atas Indonesia. So harusnya lepas ketaatan pada AS, WTO, IMF, ADB, G20 dan membangun ekonomi bebas intervensi asing.
Lalu ganti dengan sistem ideologi yang hakiki. Ideologi yang shohih. Yang menyejahterakan secara nyata semu. Yang itu tidak lain adalah Daulah Khilafah Islamiyah. Allahu Akbar
Wallahu alam bisshowab.[]