Endah Sulistiowati
Dir. Muslimah Voice
"Worthy of Love"
Demikian caption yang disertakan aktris Tara Basro pada sebuah unggahan foto di akun Twitternya, Selasa (3/3/2020). Di foto tersebut, Tara tampak tak berbusana. Dia duduk menghadap ke samping dengan tangan menutup payudaranya.
Unggahan tersebut mendapat banyak apresiasi dari warganet. Mereka menganggap Tara Basro merepresentasikan diri banyak perempuan. Selain itu ia melawan stigma standar bentuk tubuh sempurna yang selama ini menjadi representasi media.
Postingan Tara Basro di akun Twitter-nya termasuk mengandung unsur pornografi dan menyalahi UU ITE. Meskipun saat tulisan ini dibuat Tara telah menghapus unggahan fotonya.
UU ITE yang dilanggar adalah Pasal 27 ayat 1 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik berbunyi: Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
Namun sayangnya, kita hidup di alam demokrasi yang menjunjung tinggi empat kebebasan: kebebasan beragama, berperilaku, berpendapat, dan berkepemilikan. Bahkan mereka menganggap orang-orang yang kontra dengan foto Tara adalah orang dengan pemikiran mesum.
Hal ini sangat berbeda sekali dengan yang dialami mahasiswi dan civitas akademi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sjech M. Djamil Djambek atau yang dikenal IAIN Bukittinggi, yang melarang mahasiswinya untuk mengenakan cadar di dalam kampus. Pihak IAIN Bukittinggi mengkatagorikan cadar sebagai salah-satu pelanggaran kode etik berpakaian.
Dalam surat edaran tertanggal 20 Februari 2018, Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Dr. Nunu Burhanuddin menyatakan bahwa bagi mahasiswi dilarang untuk mengenakan cadar, masker dan penutup wajah.
Kebijakan itu tak hanya berimbas ke mahasiswi saja. Salah seorang tenaga pengajar atau dosen di perguruan tinggi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi bernama Nur Hayati Syafri turut dinonaktifkan pihak kampus karena bercadar.
(https://m.kiblat.net/2018/03/13/lagi-lagi-larangan-mahasiswi-bercadar-muncul-di-iain-bukittinggi/)
/Standar ganda demokrasi/
Apa yang dilakukan oleh Tara Basro jelas-jelas pelanggaran. Memberikan pelajaran untuk membangkitkan kesadaran pada masyarakat akan body shaming tidak harus dengan foto telanjang, demikian juga menyadarkan masyarakat untuk menjauhi gaul bebas tidak harus menjerumuskan diri ke dunia free sex. Sesungguhnya perilaku liar tersebut dan pemahaman tentang syukur atas karunia Tuhan adalah dua kutub yang berbeda.
Bagaimana dengan pelarangan cadar yang terjadi di IAIN Bukittinggi ataupun ditempat lain yang muncul kasus serupa, maka ini telah mengkonfirmasi kepada masyarakat UU apa yang sedang diterapkan di negeri jamrud khatulistiwa ini.
Hukum akan ditegakkan jika menyangkut umat lawan politik, tapi tidak untuk penguasa, kroni-kroni mereka, dan penghamba demokrasi. Hal tersebut nampak jelas dengan segala perlakuan penegak hukum di negara ini. Cadar dipersekusi, telanjang dianggap seni. []