Ajaran Islam Terus Direduksi, Wujud Upaya Kemalisasi



Oleh: Kholila Ulin Ni'ma, M.Pd.I

Pasca runtuhnya Khilafah 3 Maret 1924, upaya sekularisasi terhadap umat Islam makin gencar dilakukan. Pada tanggal itu wilayah kekhalifahan Islam yang tersisa, yakni Turki Usmani, dihapus lalu diganti dengan Republik Turki melalui tangan Musthafa Kemal Ataturk. Sejak itulah syariat Islam direduksi satu persatu.

Kalender Islam diganti dengan kalender masehi. Libur hari Jumat diganti hari Minggu. Tulisan Arab tak lagi digunakan dan diganti dengan tulisan Latin. Seruan azan diubah ke dalam bahasa Turki. Muslimah tak boleh lagi mengenakan jilbab. Pakaian yang dianggap pakaian agama diganti pakaian ala Barat. Ratusan masjid dihancurkan. Bahkan, ada masjid yang dijadikan pub dan kandang kuda. Hukum waris dihapuskan. Madrasah-madrasah ditutup sewenang-wenang. Singkatnya, umat semakin dijauhkan dari syariat Islam.

Bagaimana dengan Indonesia? Upaya Kemalisasi ini ternyata tak hanya terjadi di Turki, namun di seluruh wilayah yang pernah menjadi wilayah Daulah, termasuk wilayah Nusantara. Ya, Indonesia yang dulu pernah menjadi bagian dari wilayah Khilafah Islam turut menjadi sasaran sekularisasi sebagaimana yang dilakukan oleh Kemal di Turki. Hingga saat ini.

Memang, apa yang terjadi di sini belum sampai seperti di Turki dulu. Namun, tanda-tanda ke arah sana tampak nyata. Bisa dilihat sekarang bagaimana jilbab diopinikan tak wajib digunakan. Materi jihad dan khilafah dihapus dari kurikulum fikih sekolah, seolah-olah menjadi barang haram. Sebelumnya, cadar dan celana cingkrang dipersoalkan. Majelis taklim dan masjid berada dalam pengawasan. Bahkan PAUD tak luput dari sorotan. Yang terbaru, ucapan "Assalamu'alaikum" hendak diganti dengan salam pancasila. Rentetan peristiwa tersebut cukup membuktikan bahwa Kemalisasi (proses pemisahan agama dari kehidupan sebagaimana yang dilakukan oleh Kemal Ataturk) juga terjadi di negeri ini.

Kemal Ataturk sebetulnya sudah terperosok dalam pemahaman yang
keliru dalam menilik Barat. Dia berpendapat bahwa dengan berkiblat ke Barat maka Turki menjadi masyarakat yang modern. Padahal sesungguhnya ia telah terjebak oleh modernisasi atau westernisasi
yang dilancarkan oleh Barat. Ia beranggapan bahwa kalau Barat maju karena sekular, bararti Islam pun juga demikian. Sehingga, ia meyakini hanya dengan sekularlah, Turki bisa cepat melejit menuju kemajuan. Pandangan ini pula yang dijejalkan ke seluruh umat Islam di dunia.

Kemal dan umat Islam mungkin lupa atau bahkan tidak menyadari bahwa Islam berjaya selama belasan abad adalah buah penerapan syariat secara total, bukan karena penerapan sistem sekular. Dalam waktu kurang dari setengah abad, Nabi telah mampu menyebarkan ajarannya hampir ke seluruh pelosok dunia. Kemajuan yang diraih Islam pada masa Nabi dan khalifah-khalifah sesudah beliau disebabkan umat Islam menjaga baik agamanya dan menjalankan apa yang disyariatkan. Bukan karena memisahkan agama dengan kehidupan sebagaimana yang dilakukan Barat.

Sejarah telah menunjukkan bahwa Turki dan segenap masyarakat Islam justru rusak saat meninggalkan syariat. Alih-alih menjadi lebih maju, menyamai kemajuan yang diraih kekhilafahan terakhir (Turki Usmani) saja tak mampu.

Sebetulnya, upaya pemisahan agama dari kehidupan dan negara ini tidak terjadi secara tiba-tiba. Upaya tersebut sudah dilakukan oleh Barat puluhan bahkan ratusan tahun lamanya. Mengapa? Dari dokumen Rand Corporation yang berjudul "Civil Democratic Islam: Partners, Resources, and Strategies" Dan Building Moderate Muslim Networks" kita menjadi tahu bahwa Barat memandang Islam bakal menjadi ancaman serius bagi hegemoni Barat masa mendatang. Karena itulah Islam harus ditakhlukkan. Caranya dengan melemahkan kelompok yang ingin menerapkan Islam secara kaffah. Tujuannya, menjauhkan syariat Islam dari umatnya sehingga mereka tidak peduli atau tidak sadar bahwa mereka sedang dijajah.

Lalu apa yang harus kita lakukan? Sudah selayaknya kita membuka pikiran diri dan masyarakat atas apa yang sedang terjadi. Kemalisasi ini harus dihentikan. Wajib kita sadari bahwa dalam Islam
tidak ada pemisahan antara agama dengan kehidupan (termasuk dengan negara). Justru agama dan
negara harus bersatu.  Sebagaimana ungkapkan Imam Al Ghazali dalam Kitab Ihya' Ulumuddin,

"Negara dan agama adalah saudara kembar. Agama merupakan dasar, sedangkan negara adalah penjaganya. Sesuatu yang tanpa dasar akan runtuh, dan dasar tanpa penjaganya akan hilang.”

Maka tugas kita (baik muslim maupun muslimah) adalah memperjuangkan kembali penjaga agama tersebut. Yakni Khilafah 'ala minhajin nubuwwah. Dengan Khilafah pelaksanaan syariat bisa terjaga. Dengannya pula kaum muslimin yang terzalimi hingga saat ini bisa dikembalikan kemuliaannya.

Allahu a'lam bish shawab.[]

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama