Proyek Bandara Kediri untuk Siapa?



Oleh: Shahifah Tan
(Aktivis Muslimah Kampung Inggris)

Proyek pembangunan bandara Kediri masih menyimpan polemik bagi warga daerah lahan pembangunan. Pasalnya, meskipun sebagian lahan telah diratakan, sebagian yang lain justru belum dibebaskan. Hal ini menjadi salah satu kendala yang harus dihadapi proyek ini. Bagaimana tidak, lahan seluas sekitar 5 hektare ini kelak akan menjadi jalur lepas landas pesawat. Hingga pada 13 Januari lalu, bupati Kediri, Haryanti beserta jajarannya menemui warga sekitar secara langsung guna membujuk pelepasan lahan. Hal ini menunjukkan krusialnya 1,5 % lahan yang sudah masuk dalam proyek strategis nasional yang telah dimulai itu.

Dilansir oleh Radar Kediri (14/01/2020), menurut keterangan warga, uang ganti rugi yang dipatok investor terlalu rendah sehingga tidak memungkinkan warga untuk memberi lahan baru di sekitar tempat tinggal mereka sebelumnya. Harga penawaran investor untuk tanah pekarangan yakni Rp. 750 ribu/m2, sedagkan untuk tanah sawah Rp. 500 ribu/m2. Harga tersebut tidak akan ditaikkan lagi, bahkan berdasarkan pernyataan pihak Kemenko bidang Kemaritiman, Bagja Sirait pada 25 Januari lalu (Kompas, 26/01/2020)

“Februari kita akan melaksanakan secara tegas konsinyasi, kosinyasi, konsinyasi.”
Artinya, warga dengan nyata-nyatanya telah dipaksa untuk menyerahkan lahan mereka dengan harga rendah dan jika tidak bersedia, maka pengadilanlah yang akan meyelesaikan perkara, dalam hal ini tentunya ganti rugi akan jauh lebih rendah lagi. Sehingga warga terpaksa memilih untuk membebaskan lahannya dengan harga yang ditentukan investor dan mencari lahan mukim yang baru. Adapun mengenai alternatif lahan pemukiman yang disiapkan PT Surya Dhaha Investama yaitu Tanjung Baru, baru mengakomodasi kurang dari 10 bangunan tempat tinggal. (Radar Kediri, 16/01/2020)

Melihat pentingnya kebutuhan lahan bagi proyek bandar udara ini kiranya menimbulkan pernyataan kritis bagi masyarakat khususnya warga Kediri, tentang kepada siapakah bandara tersebut sebetulnya diperuntukkan. Persoalan perpindahan lahan bukan hanya sekadar ukuran meter persegi yang bisa ditukar guling dimanapun, ada mata pencaharian  warga yang secara paksa dirampas dengan adanya proyek ini. Sehingga, jika menelisik siapa saja yang ada di balik proyek bandara Kediri ini, tidak lain dipenuhi dengan para pemilik modal yang didukung oleh pemerintah. Memberikan kebijakan pahit kepada rakyat kecil secara langsung menunjukkan keberpihakan penguasa terhadap para kapitalis.

Pun mengenai urgensitas pembangunan bandara di Kediri yang masih patut dipertanyakan. Seperti diketahui bahwa Kediri merupakan wilayah agraris dan bukanlah daerah yang objek pariwisatanya menagih adanya bandara, adapula Kediri bukanlah kawasan bisnis dan industri. Akan tetapi, Kediri merupakan salah satu kota/kabupaten yang memiliki UMR (Upah Minimum Regional) yang cukup rendah, hal ini tentunya menguntungkan pemilik modal untuk berinvestasi. Sayang seribu sayang, proyek bandara ini telah secara terang-terangan mengorbankan rakyat kecil dan menguntungkan pihak swasta. Beginilah ketika tata kelola pembangunan sarana dan infrastruktur diterapkan dalam sistem kapitalisme. Kepentingan pemilik modal jauh lebih utama dibanding hak rakyat kecil. Maka sampai kapan penguasa harus tunduk kepada para kapitalis dan mengorbankan rakyatnya?L

Lalu, adakah solusi bagi rakyat kecil? Rakyat Indonesia terlalu terdzolimi untuk sekadar meyelamatkan diri sendiri dalam kubangan sistem kapitalisme yang mencekam. Sistem kapitalisme pendewa modal tidak akan pernah bisa menyejahterakan dan memberikan keadilan, terlebih yang tak punya modal selalu jadi korban keserakahan. Sungguh telah ada sistem yang secara sempurna menjamin keadilan, yang bersumber dari Yang Maha Adil. Tidak hanya proyek bandara, tapi seluruh aspek tata kelola negara diperuntukkan tidak lain untuk menjamin kesejahteraan seluruh rakyat. Sayangnya, umat hari ini lebih alergi mendengar Khilafah dibandingkan korupsi. Meski nyatanya, hanya Khilafah Islamiyyah yang mampu mewujudkan keadilan hakiki.[]

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama