Oligarki Menguasai Negeri


Ruruh Hapsari, ST
(Pemerhati Sosial)

Mengapa KPK sepertinya gagap di depan Harun Masiku? Benny K Harman, komisi hukum DPR dari fraksi demokrat dalam acara ILC (28/1/20) mengatakaan bahwa kasus ini tidak rumit namun dibuat rumit. Yang seakan seorang Harun Masiku adalah penguasa yang powerful bahkan KPK tidak kuasa menangkapnya. Ini bukan hanya kasus premium, tapi merupakan kasus super premium sebab menyeret KPU, Kemenkumham juga KPK. Seperti diketahui bahwa setelah Wahyu Setiawan, Komisioner KPU yang ditangkap oleh KPK pasti akan menyeret banyak nama. Seperti Hasto Kristianto sekretaris Jenderal partai PDIP terkait dengan uang suap yang diberikan kepada Wahyu Setiawan melalui Saeful Bahri, orang kepercayaaan Hasto.

Sehingga tim KPK melebarkan kasus ini ke kantor PDIP di menteng. Namun upaya penggeladahan itu gagal karena dihalang-halangi oleh petugas kemanan kantor tersebut. Hal ini merupakan sebuah rangkaian cerita, yang sebelumnya pada akhir tahun 2019 KPK sudah dilemahkan sehingga terlihat saat ini, KPK seperti tidak punya gigi di depan Harun Masiku.

Bemula dari Nazarudin Kiemas anggota DPR fraksi PDIP yang meninggal dunia sehingga terjadi kekosongan kursi PDIP di DPR, karena itu harus ada pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR. Berdasarkan rapat pleno KPU, Riezki Aprilia diputuskan untuk menjadi pegganti Nazarudin yang wafat. Namun PDIP mengusung Harun Masiku untuk duduk menjadi anggota DPR. Dalam hal ini, Wahyu Setiawan meminta uang operasional sebesar 900 juta rupiah yang diberikan dalam dua tahap.

Ditengarai Wahyu tidak main sendiri dalam permainan ini. Terlihat dari kode “Siap mainkan” pada waktu tersangka lainnya Agustiani Tio Fridellina mantan anggota Bawaslu pada waktu menyampaikan dokumen yang diperlukan oleh Wahyu.   
Dari penangkapan Wahyu Setiawan ini  jelas publik mempertanyakan kredibilitas KPU yang akan mengaitkan dengan banyaknya kecurangan pemilu presiden baru lalu. Belakangan Mahfud MD sendiri mengakui terjadi kecurangan yang bersifat horisontal, namun sampai saat ini belum ditindak lanjuti.

Politik Oligarki Dalam Pemerintahan
Adanya penangkapan Wahyu Setiawan ini menguatkan dugaan bahwa selama ini terdapat politik trasnsaksional di pusat kekuasaan. Partai politik bisa memainkan kehendaknya melalui berbagai jalan demi memuluskan tujuannya. Seperti beberapa waktu lalu, lima orang petinggi partai telah diciduk oleh KPK. Mereka adalah Romahormuzy dan Surya Dharma Ali (PPP), Anas Urbaningrum (Demokrat), Luthfi Hasan Ishaq (PKS), dan Setya Novanto (Golkar).

Analis politik Northwestern University, Jeffry Winters menilai demokrasi di Indonesia dikuasai oleh kaum oligarki. Hal ini terlihat dari makin dalamnya jurang antara si kaya dan si miskin. Menariknya makin berkembangnya sistem demokrasi justru makin membuat oligarki merajalela. Dalam bukunya bertajuk Oligarchy, Winters menempatkan oligarki dalam dua dimensi.

Dimensi pertama, oligarki dibangun atas dasar kekuatan modal kapital yang tidak terbatas, sehingga mampu menguasai dan mendominasi simpul-simpul kekuasaan.

Dimensi kedua, oligarki beroperasi dalam kerangka kekuasaan yang menggurita secara sistemik. Jika melihat realitas yang menggejala dalam tubuh partai-partai politik di Indonesia, tampak betul bahwa oligarki seperti dalam tafsiran Winters merupakan penyakit yang sudah akut. Nyaris semua partai di Indonesia sebenarnya dikuasai oleh segelintir elite yang memiliki modal kapital dan sosial yang kuat.

/Akar Masalah Kerusakan/

Demokrasilah penyebab dari korupsi yang merajalela. Karena demokrasi berbiaya mahal sehingga untuk ikut ambil bagian di dalamnya harus merogoh kocek yang sangat dalam. Atau yang paling mudah adalah dengan meminjam modal pada para kapital yang tentunya dengan kompensasi. Inilah kiranya selalu ada persekongkolan antara pengusaha dan penguasa, kebutuhan antara yang satu dan yang lainnya. Dalam suasana ini melahirkan oligarki.

Sehingga untuk mencegah tumbuh suburnya sistem yang sudah rusak, Islam punya solusi pamungkas. Yaitu pertama, kesempurnaan sistem, kesempurnaan sistem Islam terlihat dari aturan yang jelas tentang penggajian, larangan suap menyuap, kewajiban menghitung dan melaporkan harta kekayaan, kewajiban pemimpin untuk menjadi teladan. Para pejabat adalah pengemban amanah yang berkewajiban melaksanakan amanah yang diberikan kepadanya. Kedua, kualitas sumber daya manusia. Sistem Islam menanamkan iman kepada seluruh warga negara terutama para pejabat negara. Dengan iman setiap pegawai merasa wajib untuk taat kepada aturan Allah SWT. Orang beriman sadar akan konsekuensi dari ketaatan atau pelanggaran yang dilakukannya.

Ketiga, sistem kntrol yang kuat. Kontrol adalah elemen penting yang harus ada dalam membangun pemerintahan yang bersih dan baik. Kontrol bukan saja dilakukan secara internal oleh pemimipin kepada bawahannya, melainkan juga oleh rakyat pada aparat negara. Kesadaran dan pemahaman akan pentingnya kontrol ini, haruslah dimiliki oleh segenap pemimpin pemerintahan.

Sehingga dalam membangun pemerintahan yang bersih memang bukan pekerjaan yang mudah. Butuh akan kekuatan ideologi yang mendasarinya. Yang akan mewarnai setiap aktivitas di dalam pemerintahan tersebut. Sistem pemerintahan Islam sudah membuktikan selama 1300 tahun dengan berbagai persoalan yang menimpanya. Seperti peyimpangan dan pengkhinatan oleh para penyelenggaranya, namun terlihat kapabilitas sistem yang belum ada tandingannya selama ini. Maka layak dikatakan bahwa sistem Islam dapat menjadi alternatif untuk menuju pemerintahan yang bersih.[]

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama