Keniscayaan Mithos Mengerdilkan Akal Sehat



Endah Sulistiowati
Dir. Muslimah Voice

Negeri Indonesia tercinta ini masih seperti tahun-tahun sebelumnya, belum ada perkembangan yang signifikan, bahkan yang ada kemerosotaan kepercayaan terhadap pemimpin cukup tinggi. Bagaimana tidak, saat rakyat butuh solusi atas permasalah sosial yang ada, justru para menteri dan pejabat melontarkan berbagai statemen yang bikin rakyat semakin jengah dengan kondisi yang ada. Tidak terkecuali masalah mitos dan klenik yang justru semakin membuat rakyat tahu, dikelas mana pemimpin mereka berada.

Sejarah mitos berasal dari Yunani, kalau orang jawa menyikapi mitos ini lebih dari "jare mbahe biyen" (kata nenek moyang dahulu). Seperti yang lagi viral Mitos tentang Kota Kediri, yang disampaikan oleh Sekretaris Kabinet Pramono Amnung, bahwa jika ada pemimpin yang mengunjungi kota Kediti bisa lengser keprabon.

Mitos (bahasa Yunani: μῦθος— mythos) atau mite (bahasa Belanda: mythe) adalah bagian dari suatu folklor yang berupa kisah berlatar masa lampau, mengandung penafsiran tentang alam semesta (seperti penciptaan dunia dan keberadaan makhluk di dalamnya), serta dianggap benar-benar terjadi oleh yang empunya cerita atau penganutnya. Dalam pengertian yang lebih luas, mitos dapat mengacu kepada cerita tradisional.

Pada umumnya mitos menceritakan terjadinya alam semesta dan bentuk topografi, keadaan dunia dan para makhluk penghuninya, deskripsi tentang para makhluk mitologis, dan sebagainya. Mitos dapat timbul sebagai catatan peristiwa sejarah yang terlalu dilebih-lebihkan, sebagai alegori atau personifikasi bagi fenomena alam, atau sebagai suatu penjelasan tentang ritual. Mereka disebarkan untuk menyampaikan pengalaman religius atau ideal, untuk membentuk model sifat-sifat tertentu, dan sebagai bahan ajaran dalam suatu komunitas. (Wikipedia)

Klasifikasi mitos Yunani terawal oleh Euhemerus, Plato (Phaedrus), dan Sallustius dikembangkan oleh para neoplatonis dan dikaji kembali oleh para mitografer zaman Renaisans seperti dalam Theologia mythologica (1532). Mitologi perbandingan abad ke-19 menafsirkan kembali mitos sebagai evolusi menuju ilmu (E. B. Tylor), "penyakit bahasa" (Max Müller), atau penafsiran ritual magis yang keliru (James Frazer). Penafsiran selanjutnya menolak pertentangan antara mitos dan sains. Lebih lanjut lagi, mitopeia seperti novel fantasi, manga, dan legenda urban, dengan berbagai mitos buatan yang dikenal sebagai fiksi, mendukung gagasan mitos sebagai praktik sosial yang terus terjadi.

Bagaimana jika gagasan mitos sosial ini dipegang teguh oleh pemimpin negeri ini? Bukankah hal ini akan semakin memakmuran aktivitas klenik yang justru akan menjerumuskan kepada kesyirikan dan kekufuran?

/Islam Memandang Mitos/

Islam adalah agama yang mengagungkan kebenaran. Tolok ukur kebenaran dalam Islam yaitu bersumber dari wahyu Allah SWT, baik dalam Al-Qur’an maupun Al-Sunnah. Islam juga mengagungkan ilmu dan mengharamkan berkata tanpa dasar ilmu yang benar. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 147:

"Kebenaran itu adalah dari Rabb-mu, sebab itu janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu."

Diantara cara berfikir yang menyimpang dari kebenaran adalah percaya kepada khurafat dan mitos. Mitos sudah kita bahas panjang lebar diatas. Sedangkan definisi khurafat adalah ajaran atau keyakinan yang tidak mempunyai landasan kebenaran, khurafat bisa disebut pula takhayul.

Keyakinan pada khurafat dan mitos ini pada hakehatnya adalah pemikiran masyarakat musyrik jahiliyyah. Meraka bersandar kepada khurafat dan mitos sehingga akal sehat mereka rusak dan begitupula teori keilmuan mereka. Sehingga akidah dan muamalah mereka sesat dan menyesatkan karena tidak berlandaskan pada wahyu Allah SWT melainkan pada khurafat dan mitos yaitu cerita-cerita bohong.

Secara umum, penyimpangan utama khurafat dan mitos terletak pada penisbatan terjadinya sesuatu diantaranya musibah, kemudahatan dan kemanfaatan kepada selain Allah SWT, baik tempat, benda, binatang, manusia, dan bangsa jin ataupun yang lainnya. Dan ini bertentangan dengan prinsip dasar Islam, bahwa Allah-lah yang Maha Kuasa dalam menimpakan kemudarahatan dan memberikan kemanfaatan kepada makhluk-makhluk-Nya.

Lebih spesifik lagi, penyimpangan mitos dan khurafat banyak terkait dengan tauhid rububiyyah dan uluhiyyah. Dalam tauhid rububiyyah, ummat Islam harus meyakini bahwa Allah SWT adalah satu-satunya Rabbul-Alamin, Pencipta, Penguasa dan Pengatur alam semesta. Segala yang terjadi pada alam semesta ini adalah atas kehendak dan kekuasaan Allah SWT. Karena Allah SWT sebagai Rabb alam semesta maka peribadatan harus diperuntukan hanya kepada-Nya semata termasuk berdo’a, meminta pertolongan, meminta perlindungan, takut, harap dan lain-lain dan inilah yang disebut dengan tauhid uluhiyyah. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 21:َ

"Hai manusia, beribadahlah kepada Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang yang sebelum kalian, agar kalian bertakwa."

Ayat yang mulia ini menjelaskan bahwa manusia diperintahkan untuk memurnikan peribadatan kepada Allah SWT karena Dia satu-satunya Rabb yaitu Pencipta manusia seluruhnya. Jadi pengakuan rububiyah Allah Ta’ala mewajibkan pengamalan tauhid uluhiyyah. Dengan demikian, dapatlah kita pahami bahwa khurafat dan mitos banyak menyimpang dari prinsip-prinsip dasar Islam. Maka hukum percaya kepada khurafat dan mitos adalah syirik.

Nah, jika sudah terbukti secara hukum syara' bahwa percaya mitos adalah syirik, mungkinkan negara ini bisa diatur sedemikian rupa oleh pemimpin negeri ini? Jika para pemimpinnya saja sudah tunduk dengan mitos, apalagi dengan metode cocokologi yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Apalagi jika harus memaksa akal sehat untuk tunduk pada mitos, dan mitos dipakai sebagai referensi untuk mengatur sebuah masyarakat atau negara. Bisa-bisa bukan kemakmuran yang diperoleh melainkan adzab Allah, karena dosa syirik adalah salah satu dosa besar. Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An Nisa: 48)
Wallahu'alam. []

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama