Kampus Merdeka, Benarkah?



Oleh : Salma Shakila
(Analis Muslimah Voice)

Baru-baru ini Menteri Pendidikan, Nadiem Makarim mencanangkan program kampus merdeka. Program yang diluncurkan pada 24 Januari 2020 ini menuai pro kontra.

Mereka yang pro, menganggap dengan memerdekakan kampus bisa membuat kampus bebas menentukan nasibnya. Program ini dianggap bisa menjadi batu loncatan bagi perguruan tinggi untuk mencapai kemandirian baik di dunia nasional maupun global. Selain itu adanya program magang dianggap akan mendekatkan mahasiswa dengan realita di masyarakat.

Sementara yang kontra memandang program kampus merdeka menjadikan kampus ke arah pro pasar. Padahal ruh pendidikan tinggi dan dunia pasar (ekonomi) adalah dua hal yang berbeda. Ruh pendidikan adalah mencerdaskan manusia seutuhnya. Sedangkan ekonomi (bisnis) berkutat dengan hal yang sifatnya keuntungan (materi).

Rasanya nafas pendidikan tinggi saat ini menjadikan pendidikan tinggi berbasis ekonomi. Perguruan tinggi akan diarahkan untuk membuka diri terhadap dunia industri. Dunia industri akan diberi ruang untuk terlibat dalam perguruan tinggi termasuk dalam kurikulum dan penyediaan tenaga kerja (mahasiswa).

=====

'Kampus rasa industri" terpapar dalam 4 program kampus merdeka diantaranya mencakup 4 hal diantaranya :
1. Merdeka membuka program studi baru bagi perguruan tinggi yang telah berstatus akreditasi A dan B.
2. Perguruan tinggi dengan akreditasi A akan otomatis mengalami pembaharuan jika selama perfomansi bagus dan tidak ada komplain dari masyarakat.
3. Perguruan Tinggi Negeri diberi keleluasaan untuk memiliki badan hukum sehingga berubah menjadi PTNBH
4. Mahasiswa bebas mengambil 40 SKS di jurusan di luar program studinya.

Program kampus merdeka yang pertama membebaskan bagi perguruan tinggi yang berstatus akreditasi A dan B untuk membuka jurusan baru. Pembukaan jurusan baru ini bisa bekerjasama dengan bermacam-macam lembaga termasuk nirlaba.

Nadiem mengajak perguruan tinggi mampu berkolaborasi dengan dunia industri dalam pengadaan jurusan yang mencetak tenaga yang dibutuhkan pasar yang senantiasa berubah setiap saat. Selain itu program magang yang diperpanjang jadi 3 semester juga ini menyesuaikan dengan kebutuhan dunia industri. Karena bagi industri magang satu semester dianggap merugikan.

Selain itu pada program kampus merdeka, PTN akan diberi kebebasan bahkan diarahkan untuk berubah menjadi PTNBH. Dengan menjadi PTNBH maka diharapkan kampus bisa mandiri dan melepaskan tanggung jawab pemerintah dalam pembiayaannya sehingga tidak heran semakin hari biaya pendidikan tinggi semakin melangit saja. Komersialisasi pendidikan tak bisa lagi dihindarkan karena pendidikan tinggi berubah fungsi menjadi barang dagangan.

Kampus yang seharusnya menyediakan tenaga intelektual dipaksa untuk memenuhi kebutuhan industri yang selalu berubah. Pendidikan tinggi yang diharapkan mencetak intelektual yang akan bermanfaat bagi masyarakat malah bekerja sama dengan korporasi, untuk memenuhi kebutuhan dunia industri. Dan dimana posisi masyarakat? Sebagai konsumen yang harus membayar mahal ketika mengakses pendidikan tinggi karena PTNnya telah berubah jadi PTNBH yang tak lebih menjadi perguruan tinggi negeri tapi rasa swasta.

====

Ketua BEM UI, Fajar Adi Nugroho ragu waktu dua tahun akan cukup bagi perguruan tinggi untuk menyesuaikan dengan program kampus merdeka mengingat program ini juga mengubah hal fundamental dalam pendidikan salah  diantaranya adalah kurikulum. Fajar juga mencermati ada program magang bagi mahasiswa dikhawatirkan akan jadi alat untuk mencari buruh murah bagi industri. Mengingat mahasiswa kan belum menyelesaikan tugas akhirnya sebagai mahasiswa.

Menurut Ketua BEM UGM, Sulthan Farras menilai kebijakan kampus merdeka ini sangat kental dengan pendekatan pada. Mahasiswa diposisikan untuk memenuhi  industri. Dengan alasan menggenjot pertumbuhan ekonomi tapi program kampus merdeka ini tidak menyentuh ketimpangan kualitas perguruan tinggi. Bagaimanapun kesenjangan skor antar kampus di tingkat nasional masih terlampau tinggi. Sulthan memandang jika maka hasil tidak akan maksimal.

====

Lalu bagaimana dengan pandangan Islam? Islam memandang ilmu dengan pandangan yang mulia. Semakin tinggi ilmu seseorang maka semakin tinggi derajatnya. Maka tak seimbang penghargaan terhadap orang berilmu yang dianggap hanya untuk memenuhi dunia industri.

Firman Allah QS Mujadalah ayat 11

"Niscaya Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat."

Kemuliaan ilmu yang dijamin oleh Islam dan diwujudkan oleh negara Islam menjadikan perkembangan peradaban Islam melesat dibanding peradaban yang lain. Output sistem pendidikan Islam mengantarkan Islam pada puncak peradaban. Selain itu sistem pendidikan Islam mengantarkan umat Islam menjadi generasi terbaik. Intelektual muslim diarahkan untuk mengamalkan ilmunya untuk seluruh umat bukan hanya sekedar dunia industri semata.

Ilmu tak dijadikan barang dagangan tapi kebutuhan primer seluruh rakyat yang pemenuhannya harus dipenuhi oleh negara. Negara membebaskan siapapun yang punya keinginan tinggi untuk menempuh pendidikan setinggi-tinngginya tanpa ada kekhawatiran soal biaya dan tak pernah juga khawatir akan dipaksa dijadikan alat untuk dunia industri.

Wallahu 'Alam Bisshowab[]

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama