Ilusi Kerukunan Beragama di Sistem Demokrasi



Oleh: Diyana Indah Sari
(Analis Muslimah Voice)

Indonesia merupakan negara yang masyarakatnya menganut agama yang bermacam-macam. Di negara yang demokrasi ini menjanjikan kehidupan yang bebas dalam beragama, dan menjamin hak-hak dalam beragama. Setiap orang harus menghargai orang lain meskipun berbeda agama dan tidak boleh saling mengganggu. Namun sangat disayangkan, sudah beberapa kali kita mendapati ada kasus penistaan agama islam, dan perusakan-perusakan masjid.

Baru-baru ini ada kasus sejumlah orang yang  musala di Perumahan Griya Agape Desa Tumaluntung, Kauditan, Minahasa Utara, Sulawesi Utara (Sulut). Tapi ternyata ada yang berdalih bahwa tempat itu hanya balai pertemuan. "Bukan perusakan masjid atau musala. Itu perusakan balai pertemuan. Itu sebenarnya balai pertemuan umat muslim di Perum Griya Agape, Desa Tumalunto, Kauditan, Minahasa Utara," kata Kombes Jules ketika dimintai konfirmasi, Kamis 30/1/2020.

Jules juga mengatakan diduga terjadi salah paham yang memicu perdebatan antara warga.kemudian musala tersebut dirusak. Kasus perusakan masjid tidak hanya terjadi sekali, seperti halnya pada tahun 2018 terdapat kasus perusakan Masjid Baitur Rohim di Tuban. Dengan hal seperti ini tentu saja kerukunan beragama dalam negara demokrasi sangat dipertanyakan. (https://news.detik.com/berita/d-4879209/viral-musala-dirusak-di-minahasa-utara-ini-penjelasan-polda-sulut)

Hukum yang ditegakkan tidak membuat mereka yang berulah menjadi jera. Sehingga kasus seperti ini tidak secara tuntas ditangani dan terus bermunculan kasus yang serupa. Apakah seperti ini yang dinamakan toleransi dan kerukunan beragama di negara demokrasi?

Hal seperti ini dapat terjadi karena demokrasi fokus terhadap pembelaan berlebihan terhadap warga minoritas, dengan demikian dapat menyebabkan munculnya tirani minoritas termasuk dalam sikap beragama. Sehingga mereka tidak takut lagi dalam melakukan penekanan terhadap umat agama lain.
Mereka inilah yang disebut sebagai tirani minoritas yang tengah memaksakan pemikiran mereka, faham mereka dan sistem kehidupan mereka melalui kendali dan kontrol atas arus informasi dan pe-nguasaan atas lembaga-lembaga negara.
Dengan demikian jelas bahwa negara demokrasi ini gagal dalam menegakkan kerukunan beragama dalam kehidupan masyarakat.

Jika terus dibiarkan seperti ini maka masyarakat akan merasa tidak aman dan saling curiga satu sama lain. Sudah seharusnya masyarakat memilki hak untuk beribadah dan menjalankan syariat agama dengan tenang dan terjamin keamananya, tidak saling mengganggu bahkan melakukan pemberontakan. Selain itu dapat kita lihat bahwa HAM juga bungkam terhadap islam. Jika saja umat muslim melakukan sedikit kesalahan maka akan langsung dicap intoleran, teroris dan dianggap penekanan terhadap kaum minoritas.

Akan tetapi dalam kasus ini ketika umat muslim yang diserang, yang mendapat tindakan semena-mena hanya dianggap sebagai kesalahpahaman. Bahkan Wakil Ketua Komisi Hukum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anton Tabah berpendapat perusakan rumah ibadah umat Muslim membuktikan siapa yang radikal dan intoleran. "Dari kasus banyaknya rumah ibadah umat Islam dirusak bisa membuka mata pemerintah siapa yang intoleran dan radikal” kata Anton. 
(https://www.republika.co.id/berita/q4y4ol384/mui-perusakan-masjid-bukti-siapa-radikal-dan-intoleran)

Kita tentu tidak bisa berharap dengan adanya HAM, karena HAM itu sendiri merupakan produk untuk memaksakan kehendak yang menyimpang, dan sekaligus menyudutkan islam. HAM juga dijadikan alibi untuk memaksakan kehendak minoritas atas mayoritas dengan alasan kebebasan beragama.

Tidak mungkin dengan sistem seperti ini kerukunan beragama dapat terwujud, apalagi dengan diadopsinya HAM yang jelas hanya untuk menguntungkan golongan tertentu. Saat ini semakin nyata, bahwa kita butuh solusi shahih dari permasalahan ini. Islam tentu telah memberikan kita jawaban atas permasalahan ini, sistem demokrasi yang jelas hanya merusak islam sudah seharusnya kita tinggalkan. Ketika kita melihat masa kejayaan islam selama 13 abad, saat itu kerukunan beragama sangat dijaga, meskipun tidak beragama islam, keamanan dan hak beribadah mereka tetap terjaga dalam daulah Islamiah.

Kerukunan umat beragama diceritakan oleh Will Durant, dalam the Story of Civilization, ketika menggambarkan bagaimana keharmonisan antara pemeluk Islam, Yahudi dan Kristen di Spanyol di era Khilafah Bani Umayyah. Will Durant menuturkan, orang-orang yang Yahudi yang ditindas oleh Romawi, membantu kaum Muslim yang datang untuk membebaskan Spanyol. Mereka pun hidup aman, damai dan bahagia bersama orang Islam di sana hingga abad ke-12 M. Masihkah mau menuduh islam intoleran? Padahal saat ini islam sebagai sasaran yang ingin dihancurkan. Tanpa khilafah  yang kita dapati hanyalah kerusakan dari sistem yang diterapkan saat ini. Oleh karena itu kita harus tetap teguh dan selalu berjuang dalam barisan dakwah dan jihad untuk menjemput janji bangkitnya kembali khilafah. []

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama