Oleh: Diyana Indah Sari
(Analis Muslimah Voice)
Setiap orang tua pasti menginkan anaknya mendapatkan pendidikan yang layak. Jika sudah cukup usia orang tua akan menyekolahkan anak-anaknya demi masa depan anak yang gemilang. Namun sayangnya, ternyata di sekolah bukan hanya menjadi tempat belajar, namun sekolah juga menjadi tempat terjadinya kekerasan. Sudah tak asing bagi kita mendapati kasus bullying pada anak dari sekolah dasar hingga menengah atas. Kasus ini seperti terus berulang dan tentunya sangat berbaya baik bagi fisik maupun mental korban bullying.
Menyoroti kasus bullying selama tahun 2019 yang jumlahnya tidak sedikit. KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) menerima pengaduan kasus kekerasan fisik dan psikis terhadap anak di pendidikan. Sebanyak 153 kasus kekerasan terjadi di 2019 yang terdiri dari anak korban kebijakan, anak korban kekerasan fisik dan bullying. Kasus tersebut tersebar dari tingkat SD/MI sebanyak 39% , SMP 22% dan SMA/SMK/MA 39%. (https://www.google.com/amp/s/m.jpnn.com/amp/news/sepanjang-2019-153-anak-jadi-korban-fisik-dan-bullying)
Tidak hanya sampai disitu memasuki tahun 2020 kasus bullying masih terus terjadi, Kasus terbaru terjadi di salah satu Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Purworejo, Jawa Tengah, dan juga seorang siswa dari salah satu SMPN di Kota Malang, MS (13) yang terpaksa menjalani operasi amputasi jari tengah tangan kanan setelah diduga menjadi korban bully 7 teman sekolahnya. (https://regional.kompas.com/read/2020/02/14/05150001/marak-kasus-bullying-di-sekolah-ada-yang-hilang-dalam-diri-pelaku?page=all)
Sungguh miris melihat banyaknya kasus bullying yang tidak kunjung teratasi. Hal ini merupakan salah satu bentuk kegagalan pendidikan. Terutama bentuk pendidikan sekuler, yang mana siswa hanya diberikan asupan materi pelajaran duniawi namun sangat sedikit diberikan pemahaman agama.
Padahal dalam pendidikan tujuanya bukan hanya mencetak generasi yang pintar tapi juga beriman, bertaqwa dan memiliki budi pekerti luhur serta akhlak yang baik. Kurangnya pendidikan agama jelas membuat akhlak siswa sulit terkontrol. Kurikulum yang hanya menjurus pada penguasaan IPTEK tapi minim sekali dalam pembentukan syakhsiyah islam. Tak heran ketika siswa jauh dari agama, jauh dari kepribadian islam, tidak dibimbing untuk memahami islam pasti ia menjadi pribadi yang tidak terkontrol, tidak bisa menekan hawa nafsunya, bahkan tega untuk menyakiti orang lain.
Memberikan pendidikan yang tidak seimbang antara ilmu kehidupan dan ilmu agama, tentu sangat berbahaya. Pengaruh sekuleris kapitalis yang sudah merasuki berbagai aspek kehidupan termasuk pendidikan banyak memberikan dampak buruk. Membentuk pribadi yang individualis, mengutamakan materi dan kesenangan dirinya sendiri. Kasus bullying ini seharusnya menyadarkan bahwa pendidikan ini sangat kurang dalam pembentukan kepribadian yang baik dan akhlak yang santun.
Pendidikan sekuler ini sangat berbeda dibandingkan dengan pendidikan di masa khilafah. Khilafah sangat bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pendidikan. Pendidikan gratis dan fasilitas yang lengkap. Selain itu pendidikan yang di selenggarakan bukan hanya untuk menguasai ilmu kehidupan seperti IPTEK dan keahlian kerja tetapi khilafah mengintegrasikan antara pembentukan syakhsiyah islamiyah, Tsaqofah islamiyah dan ilmu kehidupan (pengembangan IPTEK dan keahlian khusus).
Dan terbuktu bahwa pendidikan si masa khilafah ini mampu mencetak genersi yang beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia serta menjadi generasi yang cerdas. Banyak sekali ilmuwan2 pada waktu itu yang karyanya dan temuanya kita manfaatkan hingga sekarang.
Oleh karena itu, jelas bahwa pendidikan yang disekulerisasi, memisahkan agama dengan pendidikan bukanlah solusi untuk mencerdaskan generasi tapi justru penghancur generasi. Sudah saatnya kita jadikan islam sebagai solusi yang solutif dari segala permasalahan ini. Terus berjuang dalam mengemban ideologi islam dan berusaha mnerapkan islam secara kaffah serta menyebarkannya dengan dakwah dan jihad. Islam telah mengatur kehidupan ini dalam segala aspek dari individu, sosial, politik, ekonomi maupun pendidikan. Jadi sudah seharusnya tidak lagi berharap pada sistem kapitalis sekuleris, namun sekarang adalah berjuang menerapkan sistem islam kembali sebagai konsekuensi keimanan untuk menggapai kehidupan lebih baik yang diridhai Allah SWT dan kebangkitan yang shohih.[]