Oleh : Rengga Lutfiyanti
Mahasiswi, Member AMK
Kasus perundungan atau biasa disebut dengan bullying dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Hak Sipil dan Partisipasi Anak, Jasra putra mengatakan sepanjang 2011 sampai 2019, KPAI mencatat 37.381 pengaduan mengenai anak. Terkait dengan kasus perundungan, baik di media sosial maupun di dunia pendidikan, laporannya mencapai 2.473 laporan. (Replubika.co.id, 10/02/2020)
Bahkan Januari sampai Februari 2020, setiap hari publik kerap disuguhi berita fenomena kekerasan anak. Seperti siswa yang jarinya harus diamputasi, kemudian siswa yang ditemukan meninggal di gorong-gorong sekolah, serta siswa yang ditendang lalu meninggal. “Tentunya ini sangat disadari dan menjadi keprihatinan bersama. Kalau melihat skala dampak yang disebabkan dari 3 peristiwa diatas, memperlihatkan gangguan perilaku yang dialami anak. Gangguan perilaku tersebut perlu diantisipasi sejak awal,” kata Komisioner KPAI Bidang Hak Sipil dan Partisipasi Anak, Jasa Putra. (inilahkoran.com, 08/02/2020)
Kasus bullying ini harus ditanggapi secara serius, karena setiap tahunnya kasus bullying terus mengalami peningkatan. Tidak cukup hanya dengan melakukan penanganan secara individual pada pelaku atau korbannya. Apalagi para pelakunya kebanyakan adalah para remaja, yang merupakan generasi penerus bangsa. Yang menjadi penentu masa depan bangsa. Oleh karena itu kasus bullying ini perlu penanganan yang serius.
Dengan adanya kasus bullying, ini semakin membuktikan bahwa sistem sekulerisme yang selama ini diterapkan adalah sistem yang fasad (buruk) yang telah gagal dalam mencetak generasi muda yang berkualitas. Munculnya kasus bullying yang sekarang ini terjadi tidak terlepas dari pendidikan sekuler yang diterapkan saat ini. Dalam pendidikan sekuler, pada satu sisi anak-anak masih diberikan informasi ajaran agama yaitu Islam, tetapi pada satu sisi yang lain ajaran Islam tidak dijadikan landasan dalam menilai segala sesuatu yang diberikan kepada anak pada proses belajar mengajar.
Ketika nilai-nilai Islam ditanamkan kepada anak-anak dan bisa terintegrasikan tidak hanya pada mata pelajaran agama saja, tetapi juga pada seluruh mata pelajaran di sekolah dan juga pendidikan di luar kelas, yaitu keteladanan dan interaksi di luar kelas, anak-anak akan memahami bahwa diantara individu mereka adalah bersaudara. Ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw bahwa, “Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya. Ia tidak boleh mendzaliminya, merendahkannya dan tidak pula meremehkannya. Cukuplah seseorang dikatakan buruk bila meremehkan saudaranya sesama muslim seorang muslim terhadap muslim lain, haram darahnya, kehormatannya, dan hartanya.” (HR. Muslim)
Tatkala anak-anak mendapatkan pemahaman niali-nilai Islam di semua aspek dalam pendidikan di sekolahnya, maka mereka tidak akan dengan mudahnya merendahkan sesamanya. Dalam pendidikan sekuler yang diterapkan saat ini, anak-anak lebih didominasi dengan nilai-nilai universal hak asasi manusia yang tidak lain adalah nilai liberalisme. Sehingga tatkala mereka berbuat seolah-olah mereka tidak lagi memiliki pegangan agama dan mereka tidak takut mendapatkan konsekuensi dari tindakan kekerasan yang dilakukannya.
Sehingga untuk mengatasi kasus bullying ini membutuhkan perubahan dari sistem pendidikan sekuler menjadi sistem pendidikan yang mengintegrasikan dan menjadikan aqidah Islam sebagai landasan dalam menyusun kurikulum serta menanamkan perilaku-perilaku yang sesuai dengan ajaran Islam di lingkungan sekolah. Selain pendidikan sekuler yang diterapkan saat ini, kondisi sosial masyarakat, penataan media, dan pendidikan keluarga yang buruk juga turut andil dalam penyuburan kasus bullying oleh anak-anak.
Sehingga untuk mengatasi kasus bullying membutuhkan penanganan secara sistemik dan terintegrasi, yaitu dengan melakukan revisi kurikulum pendidikan yang sekuler, revisi kepada kebijakan terhadap tayangan-tayangan yang dapat memicu anak melakukan bullying, dan harus ada perhatian khusus dari pemerintah tentang bagaimana meyiapkan keluarga yang mampu mendidik anak-anak dan membekali mereka dengan nilai-nilai Islam yang bisa menjadi pijakan mereka dalam menyelesaikan masalah mereka di rumah, di lingkungannya, maupun di sekolah.
Oleh karena itu kita tidak bisa menjadikan sistem sekulerisme sebagai pijakan dalam minilai sesuatu. Tetapi kita membutuhkan sebuah sistem yang mampu mendidik serta mencetak generasi muda yang berkualitas. Sistem tersebut adalah sistem Islam, sebab Islam adalah agama yang sempurna yang memiliki aturan yang menyuluruh dalam seluruh lini kehidupan manusia. Islam bukan sekedar agama ritual saja, tetapi juga mempunyai seperangkat aturan yang digunakan untuk mengatur kehidupan manusia. Sehingga tatkala aturan Islam diterapkan secara kaffah, niscaya umat akan mendapatkan kemaslahatan.
Wallahu ‘alam bishshawab.[]