Oleh: Mamik Laila
Adanya lembaga yang menangani korupsi yang dengan tujuan awal untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi serta merta sekarang ini memiliki gawe yang tidak sedikit. Pasalnya korupsi yang terjadi di negeri Indonesia ini semakin hari semakin banyak. Bukannya jera melakukan korupsi karena sanksi yang akan dijatuhkan, namun para maling uang rakyat ini semakin lihai melakukan aksinya. Yang sering disebut white collar crime atau kejahatan kerah putih. Mereka- mereka adalah orang-orang dengan status sosial tinggi, terkadang memiliki kedudukan dalam kekuasaan yang tinggi pula. Serta mereka melakukan aksinya terkadang karena ada peluang dan kesempatan.
Korupsi sebagai bentuk kejahatan kerah putih ini semakin santer kasusnya, mulai kasus Jiwasraya dugaan sementara yang dihitung Kejagung 13,7T, kasus korupsi Asabri sampe 16T, Pelindo yang kasusnya sampai hari ini masih terus diusut, kasus korupsi proyek fiktif di Kementrian PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat), Kasus korupsi di Garuda. Bahkan kasus suap di KPU melibatkan partai penguasa.
Berbagai macam kasus korupsi yang terjadi memberatkan langkah dan kinerja KPK. Sekalipun KPK selama ini berorientasi pada penindakan dan sanksi, namun dalam itu seolah maling-maling uang rakyat ini tidak ada kapoknya. Seolah mereka sedang bermain petak umpet. Siapa yang kena, dia yang kalah. Namun banyak diantara mereka yang tidak kena. Yang akhirnya mereka pun tetap melakukan aksinya. Sampai suatu ketika, para pemain akan diketahui satu demi satu. Kasus korupsi dan sanksi yang telah dijatuhkan seolah tidak memberikan efek jera pada pemain-pemain itu. Dan kalau dilihat semakin kreatif untuk mencari celah supaya tidak ketahuan. Apalah daya, kinerja KPK semakin berat dan akan terus semakin berat.
Akar dari korupsi?
Korupsi sejatinya adalah tindakan seseorang yang menyalahgunakan kepercayaan dalam suatu masalah atau organisasi untuk mendapatkan keuntungan. Ada beberapa faktor memunculkan aktifitas korupsi ini, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal muncul karena memiliki sifat tamak, cinta kepada dunia, ingin terus menambah kekayaan demi kekayaan, ingin bahagia di dunia, memiliki gaya hidup konsumtif. Sedangkan faktor eksternal yaitu faktor ekonomi, pendapatan yang dinilai tidak bisa memenuhi kebutuhan, dan juga faktor politik yaitu faktor untuk mempertahankan kepentingan politis demi meraih dan mempertahankan kekuasaan.
Dengan menelaah faktor kemunculan korupsi, bahwa individu tidak memiliki nilai takwa bahwa nantinya individu akan mempertanggung jawabkan semua perbuatannya. Individu mengejar apa yang dia inginkan tanpa memiliki batasan-batasan ruhiyah.
Gaya hidup konsumeristikpun digandrungi oleh individu-individu dizaman ini. Karena gaya hidup konsumeristik muncul disebabkan adanya sistem kapitalisme yang membolehkan individu mencapai kebahagiaannya dengan berbagai macam cara. Tidak ada bangunan iman. Ini memunculkan individu yang liberal. Tidak salah korupsi semakin menjadi jadi. Di sisi lain, faktor ekonomi dan kepentingan politik juga mendorong individu untuk melakukan pengambilan uang dengan cepat dan banyak. Ditambah adanya peluang dan kesempatan, berada di instansi-instansi yang cukup memungkinkan mendapatkan uang.
Semua itu muncul karena hidup di sistem kapitalisme. Sistem ini tidak memiliki kekuatan membatasi individu-individunya untuk merasa takut. Karena mereka percaya Tuhan bahwa Tuhan menciptakan. Namun mereka tidak percaya bahwa Tuhan juga mengatur kehidupan. Mereka melakukan semua aktifitas hidupnya bebas. Dan mereka mempercayai kalau individu mati, pasti mereka berada di surga kembali pada Tuhan. Konsep aqidah inilah yang menyebabkan korupsi terjadi. Mereka tidak mengenal bahwa semua perbuatan akan dimintai pertanggung jawaban. Ditambah lagi sanksi yang mereka buat sangat mudah dipatahkan karena secara internal individu mereka tidak memiliki efek jera. Ibarat burung harus memiliki dua sayap supaya burung bisa terbang. Dua sayap ini lah akan menjadikan burung tersebut bisa terbang sesuai dengan kebutuhan yang meraka butuhkan. Sayap satunya secara individu yang memiliki keyakinan dan taqwa, sayap yang lain ada sanksi tegas yang mampu membuat jera pelaku korupsi.
Islam Mensolusikan Korupsi
Dalam aqidah Islam, individu memahami bahwa Allah SWT menciptakan manusia sekaligus mengatur kehidupan. Mereka meyakini bahwa Allah akan memberi balasan apabila manusia melakukan kebaikan maupun kejahatan. Secara individu manusia akan berpikir sedemikian rupa untuk melakukan tindakan korupsi. Karena korupsi, mengambil hak nya masyarakat akan dimintai pertanggung jawaban. Mereka meyakini setelah kehidupan dunia, manusia akan kembali menghadap Allah untuk mempertanggung jawabkan semua perbuatannya. Yang meraka pahami bahwa konsekuensinya manusia akan berada di surga jika banyak melakukan kebaikan didunia dan manusia akan dimasukkan ke neraka apabila manusia banyak melakukan kejahatan. Oleh karena itu secara individu manusia akan mengikatkan dirinya untuk selalu terikat dengan pemahaman ini.
Yang kedua Islam akan memberikan sanksi bagi pelaku korupsi. Mereka akan diminta untuk mengembalikan semua uang dan barang yang ia korupsi sekaligus negara akan memberikan denda atas perbuatan korupsinya. Sanksi di dalam sistem Islam memiliki dua hikmah, yang pertama sebagai jawabir dan zawajir. Pertama membuat pelaku jera dan yang kedua menebus dosa. Sehingga individu yang melakukan kejahatan korupsi akan merasa jera dan juga tidak akan diadzab oleh Allah karena telah bertaubat dan telah diadzab didunia oleh negara sebagai thoriqoh yang diemban oleh Islam.
Maka korupsi dalam sistem Islam memiliki dua hal yaitu pencegahan diinternal manusianya dengan bentuk ketakwaan dan yang kedua ada sanksi yang diberlakukan yg membuat jera sekaligus tidak akan didzab di neraka. Dan ini hanya bisa diterapkan dalam lingkungan Islam yang kondusif untuk melakukannya, bukan dengan lingkungan kapitalis yang membuat orang menjadi semakin liberal.