Kenaikan Gas Melon, Intruksi Berulang



Oleh : Eva Fauziyah
(Analis Muslimah Voice)

Ketika membaca berita tentang rencana pencabutan subsidi tabung gas LPG 3 kg, saya  teringat pada teks berita yang ada di buku pelajaran Bahasa Indonesia yang membahas tentang Kado Pahit di Tahun Baru 2014 tentang kenaikan harga LPG. Pada berita tersebut dikatakan bahwa instruksi kenaikan terjadi di awal tahun. Hanya yang tahun 2014 ini berlaku untuk tabung gas LPG 12 kg.

Kemudian, pagi tadi saya membuka slot kenangan, ternyata saya pernah membagikan tulisan orang lain yang mengkritisi tentang kenaikan tabung gas LPG 3 kg. Pastinya yang dibagikan oleh slot kenangan pada FB terjadi di  tanggal yang sama tapi 1 atau 2 tahun yang lalu. Artinya tulisan itu mengkritisi rencana kenaikan tabung gas LPG juga di awal tahun. Pada teks dikatakan subsidi yang dicabut untuk selain warga miskin. Yang dikatakan warga miskin adalah warga dengan penghasilan Rp 350.000 per bulan memiliki lantai dan tembok rumah yang belum permanen.

Sekarang tahun 2020, kembali lagi jagat Indonesia diramaikan dengan rencana kenaikan tabung gas LPG 3 kg. Jika dihitung tabung gas yang sampai pada konsumen bisa mencapai Rp 40.000 hingga Rp 45.000 per tabung. Mekanisme pencabutan subsidi diarahkan langsung pada tabung gas LPG 3 kg tanpa membedakan apakah itu warga miskin atau bukan. Perlahan tapi pasti pencabutan subsidi pada masyarakat satu persatu membuktikan lepasnya tanggung jawab negara dalam hal pengadaan bahan bakar gas bagi rakyat.

====

Saya koq jadi menyimpulkan bahwa pemegang kebijakan di negeri ini begitu 'rajin' betul mencabut subsidi, menaikkan harga, membuat penguasaan migas dari hulu sampai hilir diserahkan pada korporasi atau swasta dan tidak dikelola negara untuk kesejahteraan rakyat.

Tiap tahun koq digegerkan dengan rencana kenaikan tabung gas. Apa nggak ada rencana untuk membuat harga tabung gas jadi murah. Kan harga minyak bumi dan gas juga sebenarnya flultuatif atau naik turun. Di negeri kita hampir tak pernah ada harga migas itu turun. Kalaupun turun hanya item tertentu.

Harga naik karena masih harus impor. Ah, itu lagu lama. Harga tingkat dunia turun pun, tak pernah ikut turun. Beban negara terlalu berat, sehingga banyak subsidi yang harus dicabut. Bagaimana dengan korupsi trilyunan secara  berjamaah yang dilakukan oknum pejabat dan pengusaha. Bukankah itu membuat beban negara semakin berat. Koq dibiarkan? 

Lalu,  bagaimana dengan cadangan gas alam yang ada di Natuna. Bukankah itu diperkirakan terbesar se Asia? Kita kelola sendiri saja itu. Tak perlu bekerja sama dengan Cina. Kemudian kemanfaatannya kita peruntukkan untuk kesejahteraan rakyat. Bagaimana? Anda setuju?

====

Pengelolaan migas penuh dengan liberalisasi. Sektor energi menjadi sektor yang memberi keuntungan atau tidak? Setelah itu keuntungan pun tidak bisa dinikmati rakyat. Rakyat diposisikan sebagai konsumen. Bukankah Indonesia juga memiliki cadangan gas yang cukup besar. Nasib gas bumi yang dimiliki Indonesia saat ini tentu sangat berbeda jika sumber daya alam di Negara ini dikelola sesuai dengan tuntunan Islam.

Sumber energi seperti minyak, gas dan batubara dipandang sebagai harta milik umum (milkiyah ammah). Ketiganya wajib dikelola oleh perusahaan Negara dan tidak boleh diserahkan kepada swasta apalagi kepada pihak asing. Khalifah sebagai pemimpin Negara, berdasarkan ijtihadnya, akan menyalurkan hasilnya kepada rakyat dalam bentuk yang paling menguntungkan mereka. Misalnya, menyalurkan gas dengan harga yang terjangkau. Mengamalkan aturan ini, selain menjadi bentuk ketundukan kepada perintah Allah SWT dan rasul Nya, juga akan menjadikan Negara ini menjadi lebih mandiri dan lebih kuat dan tentu saja sejahtera dunia dan akhirat.

 Wallahu a’lam bishowwab. []

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama