Oleh: Retno Kurniawati
(Analis Muslimah Voice)
Jiwasraya menjadi viral dan fenomenal. Bahkan menjadi pembicaraan dari mulut ke mulut. Jiwasraya sendiri dibangun dari sejarah panjang. Bermula dari NILLMIJ, Nederlandsch Indiesche Levensverzekering en Liffrente Maatschappij van 1859, tanggal 31 Desember 1859. Perusahaan asuransi jiwa yang pertama kali ada di Indonesia (Hindia Belanda waktu itu) didirikan dengan akta Notaris William Hendry Herklots Nomor 185.
PT Jiwasraya mencetak sejarah sebagai perusahaan asuransi yang gagal bayar polis terbesar di Indonesia. Wow!. PT Jiwasraya mengaku tak bisa memenuhi kewajiban pembayaran polis nasabah senilai Rp12,4 triliun yang jatuh tempo akhir tahun ini.
Konsumen di rugikan. Geger soal asuransi jiwasraya yang mengalami kerugian hingga puluhan triliun. Lalu siapa yang dirugikan? tentu saja yang dirugikan adalah nasabah. Nasabah yang sudah lama menunggu hasil investasi uang dilembaga asuransi, ternyata duitnya raib digondol genderuwo. Padahal nasabah itu bagaikan menunggu madu lebah yang butuh waktu lama. Dan ternyata zonk!
Asuransi konvensional haram termasuk jiwasraya. Bagaimana bisa?. Berikut adalah rincian mengapa asuransi menjadi terlarang:
1. Akad yang terjadi dalam asuransi adalah akad untuk mencari keuntungan (mu’awadhot). Jika kita tinjau lebih mendalam, akad asuransi sendiri mengandung ghoror (unsur ketidak jelasan). Ketidak jelasan pertama dari kapan waktu nasabah akan menerima timbal balik berupa klaim. Tidak setiap orang yang menjadi nasabah bisa mendapatkan klaim.
2. Dari sisi lain, asuransi mengandung unsur judi. Bisa saja nasabah tidak mendapatkan accident atau bisa pula terjadi sekali, dan seterusnya. Di sini berarti ada spekulasi yang besar. Pihak pemberi asuransi bisa jadi untung karena tidak mengeluarkan ganti rugi apa-apa.
Suatu waktu pihak asuransi bisa rugi besar karena banyak yang mendapatkan musibah atau accident. Dari sisi nasabah sendiri, ia bisa jadi tidak mendapatkan klaim apa-apa karena tidak pernah sekali pun mengalami accident atau mendapatkan resiko. Bahkan ada nasabah yang baru membayar premi beberapa kali, namun ia berhak mendapatkan klaimnya secara utuh, atau sebaliknya. Inilah judi yang mengandung spekulasi tinggi. Judi, tentu saja haram.
Padahal Allah jelas-jelas telah melarang judi berdasarkan ayat:
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, maysir (berjudi), (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan” (QS. Al Maidah: 90). Di antara bentuk maysir adalah judi.
4. Premi asuransi juga termasuk bentuk judi. Judi kita ketahui terdapat taruhan, maka ini sama halnya dengan premi yang ditanam. Premi di sini sama dengan taruhan dalam judi. Namun yang mendapatkan klaim atau timbal balik tidak setiap orang, ada yang mendapatkan, ada yang tidak sama sekali. Bentuk seperti ini diharamkan karena bentuk judi yang terdapat taruhan.
3. Asuransi mengandung unsur riba perniagaan dan riba nasi’ah (riba karena penundaan) secara bersamaan. Bila perusahaan asuransi membayar ke nasabahnya atau ke ahli warisnya uang klaim yang disepakati, dalam jumlah lebih besar dari nominal premi yang ia terima, maka itu adalah riba fadhel. Adapun bila perusahaan membayar klaim sebesar premi yang ia terima namun ada penundaan, maka itu adalah riba nasi’ah (penundaan). Dalam hal ini nasabah seolah-olah memberi pinjaman pada pihak asuransi. Tidak diragukan kedua riba tersebut haram menurut dalil dan ijma’ (kesepakatan ulama).
5. Di dalam asuransi terdapat bentuk memakan harta orang lain dengan jalan yang batil. Pihak asuransi mengambil harta namun tidak selalu memberikan timbal balik. Padahal dalam akad mu’awadhot (yang ada syarat mendapatkan keuntungan) harus ada timbal balik.
Termasuk dalam firman Allah:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku saling ridho di antara kamu” (QS. An Nisa’: 29).
Tentu setiap orang tidak ridho jika telah memberikan uang, namun tidak mendapatkan timbal balik atau keuntungan. Nah!
6. Di dalam asuransi ada bentuk pemaksaan tanpa ada sebab yang syar’i. Seakan-akan nasabah itu memaksa accident itu terjadi. Lalu nasabah mengklaim pada pihak asuransi untuk memberikan ganti rugi padahal penyebab accident bukan dari mereka. Pemaksaan seperti ini jelas haramnya.
Terlepas dari fakta asuransi konvensional yang salah satunya adalah jiwasraya, bagaimana dengan asuransi syariah? pada prinsipnya sama. Pada asuransi syariah setidaknya ada tiga akad yang biasa dipakai yaitu akad tabarru’, akad wakalah bil ujrah dan akad mudhorabah. Ketiga akad ini dipakai untuk asuransi syariah khususnya asuransi jiwa. Justru disini sebenarnya tidak ada jaminan bahwa uang yang kita setorkan bisa kita ditarik kembali setelah beberapa tahun kemudian karena memang akadnya tidak ada yang mengharuskan perusahaaan asuransi syariah mengembalikan dana asuransi kecuali ada produk tabungannya atau investasinya. Duh, konsumen harus di fahamkan tentang ini!
Lalu akad tabarru'. Akad tabarru’ ini adalah akad dimana nasabah dengan suka rela menyerahkan uangnya kepada perusahaan asuransi yang akan digunakan untuk menolong nasabah lainnya yang mengalami kecelakaan atau meninggal dunia. Jadi dari awal harusnya nasabah sudah paham bahwa dana tabarru’ ini dana suka rela, harus di ikhlaskan untuk bantu sesama nasabah, jadi tidak usah berharap untuk kembali, niatkan saja untuk sedekah. Nah ini terdengar mulia namun sesungguhnya sama sekali merugikan konsumen, terlebih lagi konsumen yang tidak faham.
Selanjutnya dari mana perusahaan asuransi syariah membiayai operasionalnya?
Dari akad wakalah bill ujrah, karena perusahaan asuransi syariah diberikan kepercayaan oleh nasabah untuk mengelola dana tabrru’ dan dana investasi (jika ada akad investasinya). Hasil dari menginvestasikan dana tabarru’ dan dana investasi inilah nantinya akan diambil oleh perusahaan asuransi syariah sebagai ujrah atau upah. Perusahaan menggunakan akad mudhorabah untuk menginvestasikan dana tersebut.
Dan yang pasti pula, fakta asuransi syariah diatas adalah bahwa asuransi syariah itu multi akad padahal sesungguhnya tidak boleh multi akad. Kalau kita menginginkan dana yang disetorkan pada perusahaan asuransi kembali seperti sedia kala, sebaiknya jangan di asuransi, lebih baik investasi logam mulia ( LM ) saja.
Inilah akibat dari tidak taat syariat terjadilah hukum sebab akibat, menentang hukum allah karena asuransi itu haram.
Jika asuransi syariah saja haram apalagi yang konvensional termasuk jiwasraya.
Dari penjelasan di atas tentu saja kita dapat menyimpulkan haramnya asuransi, apa pun jenisnya jika terdapat penyimpangan-penyimpangan di atas meskipun mengatasnamakan “asuransi syari’ah” sekali pun. Yang kita lihat adalah hakekatnya secara fakta riil di lapangan dan bukan sekedar nama, simbol dan slogan. Seorang muslim jangan sampai terayu dan tertipu dengan embel-embel syar’i belaka. Betapa banyak orang memakai slogan “syar’i”, namun nyatanya hanya sekedar make up agar menarik saja.
Seorang muslim tidak perlu mengajukan premi untuk tujuan asuransi tersebut.
Tidak perlu menggadaikan jiwa kita pada manusia atau perusahaan asuransi. Klaim yang diperoleh pun jelas tidak halal dan tidak boleh dimanfaatkan. Kecuali jika dalam keadaan terpaksa mendapatkannya dan sudah terikat dalam kontrak kerja, maka hanya boleh memanfaatkan sebesar premi yang disetorkan semacam dalam asuransi kesehatan dan tidak boleh lebih dari itu. Jika seorang muslim sudah terlanjur terjerumus, berusahalah meninggalkannya, perbanyaklah istighfar dan taubat.[]