Oleh Anita Irmawati
Member Muslimah Voice Teens
Mega korupsi perusahaan BUMN menjadi celah penguasa sebagai jalan untuk memperkaya diri. Skandal Jiwasraya dan Asabri kembali merugikan negara puluhan triliun.
Korupsi tak pernah berhenti membayangi para penjabat negeri untuk menjadi koruptor, hingga mereka tergiur dengan uang rakyat lalu mengambil jalan korupsi dan merugikan negara. Jiwasraya dan Asabri bukanlah yang pertama atau kedua, melainkan yang kesekian kali kasus korupsi, setelah kasus korupsi Hambalang, e-KTP, Bank Century, BLBI dan masih banyak lagi. Dan hal ini tentu sangat merugikan negara dan berpengaruh pada stabilitas politik ekonomi.
Penyelesaian korupsi dianggap kurang tuntas dan terkesan lambat, gerak cepat dalam penanganan tak terlihat dalam penyelesaian. Pasalnya berkali-kali menghadirkan saksi hingga melabeli sebagai tersangka korupsi namun belum sampai pada pelaku korupsi. Padahal sudah jelas fakta kerugian negara yang mencuri uang rakyat. Hingga rakyat bosan pada kasus korupsi yang pernah berhenti dan pada akhirnya kasus korupsi tergantikan dengan isu baru. Pada akhirnya pelaku korupsi tidak disoroti dan hukuman yang diberikan tidak sebanding dengan apa yang dilakukan serta bebas dari pemantauan masyarakat.
Mega korupsi sering terjadi membuat masyarakat muak dengan para petinggi negeri akibatnya mosi tidak percaya rakyat pada pemerintah semakin menjadi-jadi. Ketimpangan penguasa dan rakyat sangat jelas, pengambilan keputusan dianggap tak sejalan dengan masyarakat namun penguasa tetap memberlakukan keputusan tanpa memperhatikan rakyat. Ketidak percayaan rakyat terhadap penguasa bisa dilihat dengan banyaknya tugas penguasa yang diambil alih oleh badan swasta.
Stabilitas politik dan ekonomi menjadi terganggu pasalnya politikus yang menduduki kursi pemerintahan tak bisa dipercaya hingga menjadikan blacklist parpol pengusung dalam pandangan masyarakat. Ekonomi menjadi terganggu pasalnya kerugian Jiwasraya dan Asabri merupakan lembaga penyelenggara asuransi artinya uang nasabah yang dicuri. Perekonomian menjadi pincang karena perputaran uang yang seharusnya menjadi hilang bak ditelan bumi.
Kerusakan negeri semakin menjadi-jadi. Korupsi tak bisa diatasi, pelayangan mosi tidak percaya pada penguasa, stabilitas politik dan ekonomi yang makin keruh, hingga hukum yang bersifat tak adil. Bayangkan jika penjabat tidak korupsi maka hutang luar negeri bisa dilunasi, setelah jiwa tak akan pernah merasa kesusahan yang berarti, pendidikan gratis, pelayanan kesehatan terjamin, ekonomi stabil, politik semakin serasi dan hanya Islamlah yang dapat mewujudkannya.
Dalam Islam seorang muslim harus memahami jati diri yang temukan ketika menjawab simpul besar kehidupan yaitu dari mana kita berasal ? Untuk apa kita hidup ? Dan akan kemana setelah hidup ? Jika seorang muslim memahami hakikat diri sebagai makhluk bagi penciptanya. Maka kita berasal dari Allah karena diciptakan oleh Allah dengan otomatis hidup pun sebagai jalan menggapai ridho Allah karena pasti akan mati meninggalkan dunia dan kembali pada Sang Pencipta yaitu Allah SWT.
Memahami tujuan hidup sebagai hamba akan terasa bagaimana Allah selalu mengawasi, haram haram menjadi tolok ukur sebagai harga mati. Semangat mencari pahala sebagai jalan menggapai ridho Illahi. Takut berbuat dosa karena Allah selalu mengawasi. Begitu terikat dengan aturan Allah dalam setiap hembusan nafas. Tak ada rasa senang ketika maksiat dikerjakan namun was-was yang selalu menemani.
Sama halnya ketika penjabat akan korupsi pasti jika dia taat pada Illahi maka was-was dalam diri dan haram yang ada dalam hati. Maka akan berpikir "Apakah Allah Ridha dengan hal ini ?". Itulah penjagaan diri terhadap perbuatan keji. Dimana setiap perbuatan akan dipertanggungjawabkan pada Sang Khaliq. Karena menerima satu jabatan adalah pengabdian terhadap rakyat, butuh amanah besar dalam tanggung jawab serta tak sekedar rakyat yang diurusi namun ada Tuhan yang selalu mengawasi.
Hanya saja sangat sulit menumbuhkan rasa taat dalam sistem saat ini , butuh wadah yang tepat agar muslim bisa tumbuh didalamnya yaitu didalam aturan yang menggunakan hukum Sang Pencipta. Bukan hanya revolusi mental pada penjabat negeri, namun butuh revolusi sistem agar serasi menaungi. Jadi menggunakan aturan Islam adalah solusi pasti mengatasi korupsi, karena pribadi seorang pemimpin butuh kapabilitas dalam memimpin serta iman yang kokoh dalam menjalankan aturan Sang Pencipta. Karena memimpin adalah amanah besar yang butuh tangung jawab tinggi terhadap Illahi.[]