Oleh NR. Tambunan
Beberapa hari terakhir atmosfer Indonesia penuh dengan kumpulan berita tentang munculnya sebuah kerajaan fiktif bernama Keraton Agung Sejagat. Bermacam reaksi muncul dari masyarakat terkait ulasan media yang sungguh heboh mengenai warta keraton ini.
Presiden Joko Widodo termasuk salah satu yang turut berkomentar mengenai berita yang sedang hit ini. Walaupun sebenarnya enggan mengeluarkan anotasi, akhirnya Presiden mengekspresikan pendapatnya. Beliau menyampaikan bahwa Keraton Agung Sejagat hanyalah hiburan saja (CNN Indonesia, 17/01/2020).
Memang tak sedikit yang menganggap kemunculan kerajaan khayali semacam Keraton Agung Sejagad dan juga Sunda Empire-Earth Empire -yang baru-baru ini diberitakan di Bandung, hanyalah semacam lelucon belaka. Layaknya sebuah isu menarik yang seru dan unik untuk diperbincangkan. Meskipun nyata-nyata melibatkan aparat hukum untuk menindaknya, kasus kerajaan ini dianggap hal yang lucu oleh sebagian besar masyarakat.
Namun, benarkah ini hanya sekedar intermezo di sela-sela kasus korupsi dan megaskandal yang tengah melanda negeri ini? Ataukah kondisi ini merupakan hiburan satire sejagat yang menandakan betapa menyedihkannya bangsa ini dalam memahami sejarah dan mengaitkan informasi dengan fakta yang ada?
Tak dapat dipungkiri, fenomena berkembangnya model kerajaan maupun keraton atau apalah bentuknya yang menghinggapi bangsa ini, tak lepas dari hilangnya harapan rakyat terhadap penguasa yang riil. Ditambah lagi dengan keputus asaan akan kondisi ekonomi yang semakin memburuk. Rakyat tak tau harus kemana lagi menjerit menumpahkan keluh kesahnya.
Kondisi ini akhirnya melahirkan para penipu karbitan dan rakyat jelata yang tergiur iming-iming kesejahteraan yang semu. Pikiran waras laksana tenggelam dalam huru-hara kebutuhan hidup yang kian mencekik. Bagi kita yang masih bisa berpikir, tentu akan merasakan ironi atas mudahnya rakyat terpedaya janji-janji palsu raja, ratu, kaisar dan penguasa gadungan itu.
Menilik hiburan satire ini, sesungguhnya tak layak untuk ditertawakan. Penyelamatan rakyat dari keterpurukan seharusnya menjadi agenda utama bangsa ini. Bisa saja ini terjadi karena rakyat telah terbiasa menelan janji-janji manis calon penguasa setiap lima tahun sekali di negeri ini. Rakyat sudah terbiasa dirayu dan dicekoki gambaran sejahtera yang tak kunjung tiba. Demokrasi yang dijunjung-junjung sejak Indonesia merdeka nyatanya tak jua mampu mengangkat derajat dan martabat bangsa ini menjadi sebuah negara yang berkuasa. Pertanyakanlah pada diri kita. Apa yang salah dengan negri ini.
Merunut permasalahan yang menumpuk di nusantara ini, semestinya membuka mata kita bahwa setiap fenomena rusak yang bermunculan adalah buah dari penerapan sekulerisme dan kapitalisme. Kemunculan ratu-ratuan sejagat takkan dilirik oleh rakyat apabila keimanan menghunjam di dalam diri. Perilaku oportunis penipu pun takkan mungkin berkembang di tengah masyarakat yang memegang teguh ajaran agamanya.
Jika pun keimanan telah membentengi diri, masih harus didukung oleh sistem yang mampu menjadi perisai bagi rakyat dari keterpurukan ekonomi. Jika kondisi sejahtera melingkupi negeri ini, akankah rakyat membutuhkan raja dan ratu khayalan? Wallahualam.[]