Oleh: Safiatuz Zuhriyah, S. Kom
Pegiat Literasi
Sungguh menyedihkan. Baru 3 hari diresmikan, jalan tol Japek 2 telah memakan korban. Jasa Marga mencatat gangguan kendaraan akibat pecah ban selama tiga hari dioperasikan (15-17 Desember) mencapai 13 kali. Rinciannya hari pertama delapan kali, kemudian berikutnya dua kali, dan terakhir tiga kali. Ada pula beberapa kejadian kendaraan mengalami mesin overheat atau habis oli dan gangguan karena kehabisan bahan bakar.
Banyak yang menganggap tol layang ini tidak laik digunakan karena konstruksi jalannya begitu bergelombang atau ekstrem. Hal itu menimbulkan dugaan akan faktor keselamatan dan keamanan ketika dilintasi.
Namun Direktur Jenderal Perhubungan Darat (Dirjen Hubdat) Kementerian Perhubungan, Budi Setiyadi memastikan tol layang Jakarta-Cikampek (Tol Layang Japek) aman untuk dilalui pengendara yang akan melintas. Kendati memang jalanan yang bergelombang dan penyambungan dua sisi jembatan atau expansion joint masih kurang rapi.
Pengendara juga diharapkan mematuhi batas aman berkendara, yaitu 60-80 km/jam. Tidak lebih. "Karena ketika terlalu cepat, lompatan yang diakibatkan sambungan tersebut dapat membuat kehilangan kendali dan membahayakan," ucapnya.
Pembukaan jalan tol Japek 2 ini memang terkesan tergesa-gesa. Hanya demi mengejar target yang telah lama molor. Kepala Biro Komunikasi Publik Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Endra S. Atmawidjaja menjelaskan, pembangunan tol ini termasuk proyek yang paling kompleks. Sebab, terletak di jalur paling vital nadi ekonomi Indonesia yang melayani kawasan permukiman dan industri.
Menurut catatan Endra, proyek tol yang konsesinya dimiliki PT Jasamarga Jalan layang Cikampek (JJC) ini dikerjakan dalam waktu 34 bulan dengan windows time yang sempit. "Selain itu, dilaksanakan bersamaan dengan pembangunan infrastruktur lain, yaitu Kereta Ringan atau Light Rail Transit (LRT) Jabodebek dan Kereta Cepat Jakarta-Bandung," terang Endra.
Pada hari Minggu, 15 Desember 2019, tol ini pun dibuka untuk umum, meski sebenarnya sarana dan prasarananya belum siap 100 persen. Akibatnya, beberapa pengendara mengalami kendala. Khususnya diakibatkan oleh sambungan jalan (expansion joint) yang belum merata, serta ketiadaan rest area dan tempat pengisian bahan bakar.
Belum lagi masalah kemacetan yang ternyata belum usai. Terkesan hanya memindahkan titik kemacetan saja, yaitu dari Japek 1 ke Japek 2. Sebelumnya, Jokowi memprediksi, adanya jalan layang bebas hambatan ini dapat mengurangi kemacetan hingga 30 persen, khususnya ketika periode akhir tahun. Bahkan dia meminta kalau perlu tidak ada lagi cerita kemacetan di tol Japek.
Namun, nyatanya kemacetan masih terjadi di tol Japek. Puncaknya pada H-5 dan H-6 Natal 2019, padahal tol layang sudah dibuka untuk umum.
Saking macetnya, rekayasa lalu lintas contraflow sempat diberlakukan sejak pukul 08.20 WIB pada Sabtu (21/12/2019) mulai dari Km 47 s.d. Km 53 dan kemudian diperpanjang hingga Km 61. Akses masuk menuju Jalan Tol Japek II elevated dari arah Cawang bahkan sempat ditutup sementara oleh Kepolisian pada pukul 12.00-12.10 WIB (selama 10 menit) dan pukul 13.30-13.50 WIB (selama 20 menit).
Lagi-lagi, pengguna jalan dikorbankan. Karena tol layang tidak memiliki rest area dan tidak memiliki pintu keluar, sejumah orang malah ada yang buang air kecil di badan jalan akibat tak sanggup menahan rasa buang air kecil karena kemacetan. Alangkah baiknya bila pemerintah menunggu sampai jalan ini benar-benar siap dan memberi kenyamanan bagi penggunanya. Bukan sekadar pencitraan supaya masyarakat melihat bahwa pemerintah telah bekerja.
Seharusnya, kita bisa mencontoh keteladanan para pemimpin Islam di masa lalu. Bahkan Umar bin Khattab pernah berkata bahwa jikalau ada kondisi jalan di daerah Irak yang rusak karena penanganan pembangunan yang tidak tepat kemudian ada seekor keledai yang terperosok kedalamnya, maka ia (Umar) bertanggung jawab karenanya.
Terlihat sekali dalam kisah di atas bahwasanya Khalifa Umar bin Khattab sangat memperhatikan kebutuhan umat hingga dalam lingkup yang terkecil sekalipun. Jika keselamatan hewan saja sangat diperhatikan, apa lagi keselamatan manusia.
Pemerintah Islam, terdepan dalam pembangunan infrastruktur. Dikisahkan bahwa Zubaida, istri Khalifah Harun ar Rasyid telah membangun jalan sepanjang 1.500 kilometer yang terbentang dari Kufah di selatan Baghdad menuju Makkah. Di sepanjang jalan tersebut, ia membangun sumur-sumur air dan menara api untuk memberi penerangan ketika malam tiba. Itu semua diberikan gratis untuk rakyat, tanpa dipungut biaya sepeser pun, karena semua itu adalah bagian dari hak rakyat yang harus dipenuhi oleh pemimpinnya.
Untuk mengurai kemacetan, para Khalifah juga membangun transportasi umum yang memadai dan menggalakkan pembangunan kota berbasis komunitas.
Pada tahun 1900, Khalifah Abdul Hamid II mencanangkan proyek Hijaz Railway. Jalur kereta ini terbentang dari Istanbul, ibukota Khilafah hingga Mekkah, melewati Damaskus, Jerusalem dan Madinah. Di Damaskus, jalur ini terhubung dengan Baghdad Railway yang rencananya sampai ke Timur menghubungkan seluruh negeri Islam lain.
Saat proyek ini diumumkan ke seluruh dunia Islam, umat berduyun-duyun berwakaf. Dengan kebijakan ini, dari Istanbul ke Mekkah yang semula 40 hari perjalanan menjadi 5 hari.
Sedangkan saat Baghdad dijadikan ibukota negara, kekhilafahan Abassiyah menjadikan setiap bagian kota hanya untuk sejumlah penduduk tertentu. Bagian kota tersebut dilengkapi dengan prasarana publik yang dibutuhkan warga, seperti masjid, sekolah, perpustakaan, taman, industri gandum, area komersial, tempat singgah bagi musafir hingga pemandian umum yang terpisah antara laki-laki dan perempuan.
Bahkan pemakaman umum dan tempat pengolahan sampah tidak ketinggalan. Dengan kebijakan perencanaan kota seperti itu, sebagian besar warga tak perlu berurbanisasi untuk memenuhi kebutuhannya, menuntut ilmu atau bekerja karena semua dalam jangkauan perjalanan kaki yang wajar dan memiliki kualitas yang standar.
Pemimpin seperti ini, hanya akan kita dapat pada sistem Islam, di mana pemimpin memang diangkat untuk mewujudkan kesejahteraan seluruh rakyat dengan penerapan Islam kafah. Bukan dalam sistem kapitalis yang diterapkan saat ini, Di mana pemimpin dipilih hanya untuk memuaskan syahwat kekuasaan Dan menguntungkan para pemodal.
Oleh karena itu, sudah saatnya kita campakkan sistem kapitalis dan memperjuangkan sistem Islam dalam bingkai Daulah Khilafah Islamiyah. Dengannya, keselamatan dunia akhirat akan kita raih.[]