Smart City, Kota Pintarkah?



Oleh: Rina Yulistina
(Kontributor Muslimah Voice)

Tak disangka Madiun yang baru saja menerapkan smart city telah berhasil menyabet dua penghargaan tingkat nasional yaitu Smart Health kategori Ranting Kesehatan dan Digital Government Readiness. Pasalnya Smart city ini diidam-idamkan oleh banyak kota bahkan negara, mereka menginginkan kotanya menjadi kota cerdas. Dengan adanya smart city diharapkan mampu meningkatkan produktivitas daerah atau daya saing ekonomi.

Madiun, meskipun kota kecil yang terletak sebelah barat Jawa Timur, tak bisa dianggab remeh. Madiun mulai menjadi kota metropolitan sebagai kota karisidenan, dengan adanya smart city pengoptimalan daya saing ekonomi terasa semakin merangkak. Begitu banyak investor yang kepincut untuk menanamkan modalnya di kota pecel ini. Di tahun ini saja  jauh di atas target. Ya, Madiun patut di perhitungkan. Begitu banyak hotel baru yang bermunculan, pusat perbelanjaan, dan tak ketinggalan pusat hiburan malam menjamur berada di sudut-sudut kota. Serba wah dan gemerlap.

Hal ini tentunya sangat menguntungkan pemerintah daerah, PAD Madiun ditahun 2018 tembus Rp 220,9 Miliar (m.pojokpitu.com) tentunya semakin banyak hotel, pusat perbelanjaan, pusat hiburan malam dibangun, semakin tinggi pula pajak yang mampu di tarik. Ketika PAD tinggi dan mampu melampaui target sangat diharapkan berpengaruh pada kualitas kesejahteraan rakyat. Saat ini Madiun telah menggratiskan kesehatan masyarakatnya dengan adanya Kiss, menggratiskan pendidikan hingga tingkat SMA, bus sekolah gratis.

Namun sangat disayangkan dengan tingginya PAD Madiun ternyata belum juga mampu menyelesaikan permasalahan kemiskinan, data yang berasal dari Kemensos sebesar 11,3% (rri.co.id). Jumlah penggangguran terbuka di tahun 2018 sebanyak 1394 jiwa atau 0,91 persen (timesindonesia.go.id). Alangkah eloknya jika kemajuan suatu kota bisa dirasakan oleh semua lapisan masyarakat. Bukankah PAD yang tinggi menjadi harapan masyarakat atas kesejahteraan mereka hidup. Adanya ketimpangan antara si kaya dan si miskin hanya terjadi pada konsep ekonomi kapitalis dimana perekonomian hanya difokuskan pada pemilik modal saja yang tidak mempengaruhi kualitas hidup masyarakat umum yang tidak memiliki modal, malah mereka disulap untuk konsumtif. Sifat konsumtif inilah yang dimanfaatkan oleh investor untuk meraup keuntungan. Sehingga kekayaan tetap berputar pada pemilik modal saja.
Sifat konsumtif berasal dari hidup materialisme nan hedonis serba wah terbungkus indah dalam 3F yaitu food, fun dan fasion. Gaya hidup seperti ini sangat berbahaya bagi kehidupan bermasyarakat, banyak penyakit sosial berasal dari sini. Dengan semakin menjamurnya tempat-tempat hiburan malam yang menghasilkan pajak tinggi namun disisi lain memberikan sisi gelap nan pekat. Bukan lagi rahasia umum jika menjamurnya hotel, tempat hiburan malam menjadi tempat bersarangnya penyakit sosial, kehidupan hedonis liberal menjadi semakin berkembang biak bak di musim penghujan.

Berita mencengangkan yang dilansir oleh Tempo.co di tahun 2011, Yayasan Bambu Nusantara perwakilan Madiun menemukan 130 pelajar SMP-SMA bekerja di tempat hiburan malam. Ketika mereka ditanya kenapa bekerja ditempat seperti itu salah satu jawabannya adalah ingin mencari penghasilan untuk kebutuhan gaya hidup. Di tahun 2019 pun, Madiun di hebohkan oleh kasus prostitusi online yang tarif perjamnya Rp 1 juta (solopos.com). Januari hingga September polisi ungkap 29 kasus narkoba (jatim.idntimes.com). Belum lagi HIVAIDS Dinas Kesehatan (Dinkes) Jawa Timur pernah menyebut di Kabupaten Madiun diduga ada sekitar 1.400 orang dengan HIV/AIDS (liputan6.com). Fenomena seperti ini hanya sedikit yang terekspos, dilapangan lebih mengerika lagi.

Kemajuan suatu kota bukan hanya maju dalan urusan fisik, terdepan dalam teknologi, meningkat secara ekonomi namun jauh dari itu semua bahwa pondasi yang harus dibangun adalah pondasi ketaqwaan. Memang benar pondasi tak bisa hanya dibangun oleh satu dua orang saja melainkan semua pihak baik individu, masyarakat dan pemerintah. Pemerintah harus memiliki aturan yang jelas dan tegas bahwa investor yang membuka bisnis haram seharusnya dilarang bukan semata mata hanya tak berijin.

Pemerintah adalah pengayom masyarakat sudah menjadi kewajibannya menjadi masyarakat dan individu dalam kemaksiatan. Sebagaimana firman Allah: "Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS: Al-A’raf [7]: 96). []

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama