Ahad, 22 Desember 2019 telah
diselenggarakan Kajian Muslimah Leces . Kajian yang bertempat di Perum Satelit PTKL dihadiri oleh puluhan ibu- ibu dari berbagai kalangan. Acara bertema "Refleksi akhir tahun, kondisi umat Islam semakin terpuruk, Islam kaffah solusinya."
Acara dimulai dengan membaca sholawat asygil bersama -sama yang dipandu oleh Bu Kris sebagai MC. Selanjutnya adalah pembacaan ayat suci Al-Qur'an surat Al Mumtahanah ayat 1-5 oleh Bu Sukaisih.
Pada sesi penyampaian materi oleh Ustadzah Mahida, beliau mengajak para peserta untuk bersyukur atas digerakkannya langkah kaki dan hati bisa hadir di majelis taklim.
Kemudian beliau mengutip sebuah hadist, "Barangsiapa ( dari umatku ) yang ketika bangun pagi tidak memikirkan nasib umat, maka dia bukan umatku ( umat Nabi Muhammad Saw )”. HR. Ahmad. Lalu menanyakan kepada peserta yang hadir,"siapa yang mau tidak menjadi golongan rosulullah ? " Tentunya tak satupun dari peserta yang menginginkannya.
Ustadzah Mahida mengingatkan, hendaknya muslim yang mendengar hadist ini tidak lagi menjadi orang yang egois atau individualis. Karena kita tahu banyak hal buruk yang menimpa kaum muslimin. Di tanah air kaum muslimin terlilit oleh kemiskinan, kebodohan, kedzaliman an degradasi kualitas generasi dari tahun ke tahun. Sedangkan di luar negeri kaum muslimin teraniaya. Seperti yang terjadi di Palestina dan juga di Xinjiang China, dan belahan bumi yang lainnya.
Ustadzah Mahida menjelaskan bahwa terjadi banyak hal buruk yang menimpa kaum muslimin disebabkan oleh dua hal yaitu kelalaian umat Islam dan pemimpin yang tidak berkualitas. Karena jika kaum muslimin berjalan di jalan yang lurus kaum muslimin akan mengalami kemajuan di berbagai bidang. Sebagai contoh planning town saat kerajaan -kerajaan islam hingga yang saat ini masih digunakan. Diadopsinya planing town adalah salah satu dampak dari proses islamisasi di Nusantara. Ada para mubaligh yang dikirim oleh tanah Arab menuju ke negeri ini.
Sedangkan Islam juga telah memberikan potret pemimpin-pemimpin idaman yang menjadi teladan di berbagai zaman, seperti Umar bin Khattab dan Abu Bakar. Beliau mengisahkan, suatu saat Abu Bakar ingin memakan manisan. Istrinya kemudian menyisihkan uang terlebih dahulu untuk memasakkan makanan yang diminta suaminya dari yang tunjangan untuk menjalankan fungsinya mengurus keperluan senegara. Ternyata setelah beberapa waktu mengumpulkan uang dan tersajilah makanan yang diinginkan oleh suaminya. Abu bakar, seorang Khalifah malah terheran. Dan meminta tunjangannya di kurangi karena masih merasa ada kelebihaan. Hal yang langka jika dibandingkan pemimpin hari ini yang segala kebutuhannya sangat tercukupi bahkan berlebih.
Ustadzah Mahida menjelaskan jika kita menginginkan kembali kehidupan yang islami maka hal yang harus kita lakukan adalah belajar Islam, mengamalkan Islam, dan menularkan ilmu tersebut kepada keluarga, tetangga, kerabat, dan orang lain dengan sabar. Karena syurga itu mahal maka kita harus berusaha keras agar meraihnya. Sesi selanjutnya adalah tanya jawab, salah satu pertanyaan dari Bu Sulistiyani, bagaimana cara melarang anak untuk merayakan tahun baru dan natal?
Pemateri menjawab, bahwa kita harus menjelaskan bahwa tahun baru bukanlah budaya Islam. Hal itu adalah budaya dari kaum kafir. Sedangkan dalam agama kita ada larangan agar tidak menyerupai kebiasaan suatu kaum. Karena kalau kita mengikutinya maka kita akan menjadi bagian di dalamnya. Sedangkan mengucapkan hari natal itu sama artinya dengan kita mengakui akidah dari orang Nasrani. Hal ini dilarang di dalam Islam.
Acara ditutup dengan do'a yang dipandu oleh Bu Nihaya, peserta khusyuk berdo'a bahkan sebagian peserta menitikkan air mata. Hal tersebut karena mereka merasakan kepedulian kaum muslimin yang kondisinya terpuruk. Sebagai closing statment, pemateri mengingatkan kepada seluruh peserta yang hadir tentang sebuah hadist . Bahwa hari ini harus lebih baik dari hari kemarin. Hari esok harus lebih baik dari hari ini. []