Menghentikan Kondomisasi di Momen Tahun Baru



Oleh: Ummu Naira
(Forum Muslimah Indonesia / ForMind)

Perayaan Tahun Baru 2020 kurang beberapa jam lagi. Detik-detik pergantian tahun baru selalu dipenuhi dengan euforia mulai dari pesta kembang api, kumpul bareng, hingga pesta seks bebas. Ngeri, justru di saat-saat yang harusnya banyak menambah ketaatan malah menambah kemaksiatan.
Sebagaimana di tahun-tahun sebelumnya, pesta tahun baru hampir selalu diwarnai dengan perbuatan melanggar aturan Tuhan. Tahun ini saja, di Depok, menurut keterangan Kepala BNN Kota Depok, AKBP Rusli Lubis, ditemukan puluhan kondom bekas pakai dan berserakan di 32 kos-kosan dan tempat karaoke di Kota Depok (kompas.com, 30/12/2019).

Pada tahun 2018, tren penjualan kondom di momen tahun baru juga meningkat tajam. Sebagaimana diberitakan portaljabar.net, di minimarket Kota Karawang Jawa Barat, sebanyak 20 kotak kondom dari sepuluh merek terjual. Peningkatan juga terjadi di minimarket lainnya. Sebanyak 39 kotak dari sebelas merek dibeli warga. Tidak hanya di Karawang, di Kabupaten Purwakarta dan Subang juga terjadi hal yang sama (30/11/2017). Tidak hanya di minimarket, kondom juga laris-manis di apotek-apotek.

Ini fakta mengerikan. Bagaimana jadinya jika kemaksiatan ini terus-menerus dilakukan dari tahun ke tahun hingga menjadi habits (kebiasaan) masyarakat? Yang akan terjadi adalah masyarakat yang "sakit". Kerusakan moral terjadi di mana-mana, angka kehamilan tak diinginkan pasti naik, penularan HIV/AIDS semakin meluas, yang jelas masa depan bangsa di ujung tanduk. Lalu bagaimana hal ini bisa dihentikan?

Setidaknya ada tiga pilar yang harus segera ditegakkan oleh bangsa ini untuk menghentikan kondomisasi yang mengarah pada seks bebas. Pertama, ketakwaan individu dan ketahanan keluarga. Kita harus paham dan memahamkan kepada seluruh anggota keluarga kita tentang pentingnya muroqobatullah, yaitu mendekat kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan merasa diawasi oleh-Nya. Dengan begitu akan muncul ketakwaan, takut berbuat maksiat, dan mengingat bahwa semua perbuatan manusia -sekecil apapun akan dihisab di yaumul akhir (akhirat).

Pada kondisi takwa, kita akan memahami bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengingatkan kita untuk menjauhi perbuatan zina. Karena perbuatan zina itu adalah fahisyah (kejahatan yang menjijikkan) dan saa’a sabila (seburuk-buruknya jalan). “Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya, zina itu adalah perbuatan yang keji, dan jalan yang buruk.” (QS Al-Isra [17]: 32).

Kedua, kontrol masyarakat. Kita harus ciptakan masyarakat yang memiliki pemikiran dan perasaan yang satu. Artinya, ketika ada kemaksiatan seperti perzinahan maka masyarakat seragam dalam memandang bahwa itu adalah sesuatu yang buruk dan harus dihentikan. Jadi masyarakat tidak boleh abai dengan kondisi di sekitar rumahnya, lingkungannya dan seterusnya. Kepedulian ini diperlukan setidaknya untuk menekan laju kemaksiatan dan seks bebas yang semakin parah ini.

Ketiga, peran negara. Ini peran vital dari negara yaitu menciptakan kondisi masyarakat yang "sehat" dari berbagai bentuk kemaksiatan. Kenapa negara? Karena negara beserta aparaturnya yang memiliki power atau kekuatan untuk mengatur dan memaksa warganya untuk taat aturan.

Negara yang bisa mengeluarkan aturan menghentikan perayaan tahun baru yang kebablasan, melarang pesta seks bebas dan pembelian kondom secara bebas, dan menutup segala pintu kemaksiatan yang lain. Jangan sampai perzinahan semakin merajalela karena rusaknya mental dan moral generasi adalah salah satu indikator hancurnya sebuah bangsa. Selain itu, tidakkah kita ingat firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala, "Sesungguhnya diantara tanda-tanda akan datangnya kiamat ialah (diantaranya) merajalelanya perzinahan.” (HR. Bukhari). Wallahu a'lam bish-shawwab.[]

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama