Solusi Asap Akibat Karhutla Harus Dari Hulu Sampai Hilir



Oleh: Eva Fauziyah
(Analis Muslimah Voice)

Bencana kabut asap yang terjadi di daerah  Pekanbaru, Riau sejak Kamis,13 September lalu semakin pekat saja hingga jarak pandang hanya 300 meter. Kabut asap disebabkan oleh kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Hal ini tak kunjung mendapat perhatian dari pemerintah pusat.

Tingkat kepekatan asap berada di ambang batas. Banyak warga yang mengalami sesak napas. Tak kurang beberapa warga harus dirawat intensif bahkan ada korban meninggal. Menurut informasi ada sekitar 28 juta jiwa yang terpapar kabut asap, 140 ribu jiwa mengalami gangguan pernafasan.

Selain Indonesia,  wilayah Malaysia juga terpapar kabut asap. Malaysia memprotes pemerintah Indonesia tak kunjung menyelesaikan bencana kabut asap ini.

Beberapa hari ini ada aksi bagi-bagi masker dari pejabat kepada warga. Masker yang dibagikan masker yang biasa. Bukan masker N95 yang standar. Salah satu perwakilan masyarakat mengatakan seharusnya para pejabat ini tidak hanya bagi-bagi masker saja. Pejabat punya kewenangan menyelesaikan masalah kabut asap ini di tingkat hulu. Soal kabut asapnya kan soal hilir. Jadi bagi-bagi masker apalagi masker biasa bukanlah solusi.

====

Karhutla di Indonesia menjadi kasus yang terus berulang. Setidaknya dalam 4 tahun sekali bahkan kurang dari itu. Bencana itu seperti jadi rutinitas 4 tahunan. Solusi tingkat hulu tidak pernah sungguh-sungguh dilakukan oleh pemerintah. Lagi-lagi rakyatlah yang menjadi korban. Bahkan sampai berisiko pada kematian.

Secara umum karhutla yang terjadi di wilayah Sumatera dan Kalimatan. Tentu, jika akibat asap sampai seluas itu berarti lahan yang terbakar begitu luas. Menurut informasi (kompas.com) titik api di Sumatera mencapai 1.316 hot spot diantaranya di Sumsel 437 titik, Jambi 420 titik, Riau 279 titik. Beberapa waktu lalu juga ada berita akibat puntung rokok yang jatuh 28 hektar hutan dan lahan terbakar. Luar biasa tidak masuk di akal.

Kebakaran hutan dan lahan sendiri bisa ada dua kemungkinan yang pertama karena secara alami. Kedua, karena faktor manusia. Untuk faktor manusia ini bisa disengaja, bisa juga tidak disengaja. Di Indonesia dengan jenis hutan hujan tropis, kebakaran secara alami kemungkinan penyebabnya hanya 1%. Sisanya 99 % disebabkan karena faktor manusia baik disengaja maupun tidak disengaja.

Penyebab secara alami dengan petir misalnya sangat sulit terjadi di Indonesia. Karena di Indonesia biasanya jika ada petir maka akan diikuti hujan lebat. Selain itu, misal karena gesekan kayu, ini pun sulit karena jenis hutan di Indonesia adalah hujan hujan tropis dengan tingkat kelembaban yang sangat tinggi.

Sementara karhutla karena faktor manusia bisa disengaja seperti untuk pembukaan lahan. Bisa juga tidak sengaja seperti karena adanya api unggun, pembakaran sampah, puntung rokok yang jatuh.

Sudah menjadi rahasia umum karhutla di Indonesia disebabkan karena ulah manusia yang sengaja membakar untuk membuka lahan   baru. Proses penebangan secara manual atau menggunakan alat berat dinilai tidak efektif. Selain sulit juga berbiaya mahal karena harus mengangkut alat-alat berat ke hutan belantara. Biaya angkut pohon besar jatuhnya bisa sampai puluhan juta per hektar. Akhirnya solusinya ya dibakar itu.

Jika hanya satu atau dua hektar, tentu asap yang dihasilkan tidak sebegitunya. Lha ini ditemukan 1.316 hot spot. Berarti kemungkian besar pembukaan lahan baru ya bukan dilakukan perorangan dengan wilayah yang tidak hanya satu atau dua hektar?

====

Semua ini bermula dari rakusnya kapitalis yang  mengizinkan para pengusaha sehingga punya hak pengelolaan hutan (HPH). Kapitalis mendorong para pengusaha pemegang HPH untuk mengekploitasi hutan semaksimal mungkin. Soal konservasi hutan kemudian hanya dihitung untung dan rugi semata.

Hutan yang seharusnya milik negara, hak pengelolaannya diserahkan pada swasta. Sehingga hasil hutan yang harusnya untuk kepentingan negara dan bisa dinikmati oleh seluruh warga negara menjadi dihitung untung dan rugi oleh para pengusaha ini. Kerusakan hutan dan akibat-akibat lain seperti kabut asap jika hutan dalam jumlah luas dibakar tidak mendapat perhatian serius untuk dicari solusinya. Padahal ini adalah persoalan hulu dari adanya kabut asap.

Biasanya yang melakukan pembakaran oknum warga suruhan. Suruhan pengusaha yang punya askes hak pengelolaan hutan. Dengan begitu, jika tertangkap sekalipun, ya hanya berhenti pada oknum warga (suruhan). Pengusaha pemilik HPH tetap bersih. Mungkin.

====

Berbeda dalam sistem Islam. Hutan adalah milik negara. Hak pengelolaan hanya diserahkan pada negara. Pihak swasta tidak diperbolehkan  mengelola hutan, apalagi asing.

Hutan adalah kekayaan alam ciptaan Allah, yang segala isinya dimanfaatkan untuk kesejahteraan seluruh warga negara. Hutan ini terkategori kepemilikan umum yang hanya bisa dikelola negara untuk hajat hidup orang banyak.

Negara wajib menjaga hutan dari segala bahaya untuk kelestarian hutan, konservasi, keanekaragaman hayati. Termasuk aktivitas-aktivitas yang terkait dengan hutan diantaranya ketika asap akibat karhutla ini membahayakan masyarakat. Ini adalah tanggung jawab negara.

Penjagaan negara terhadap konservasi hutan termasuk penjagaan preventif. Selain itu juga negara wajib menjaga dari hal-hal yang berbahaya bagi pengurusan hutan dan memberi sanksi yang setimpal bagi yang melakukan kerusakan dan hal-hal yang membahayakan terkait hutan.

Wallahu 'alam Bisshowab.[]

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama