Oleh : Septa Yunis
(Analis Muslimah Voice)
Lagi, satu persatu petinggi negeri ini jadi tersangka korupsi. Kali ini giliran Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Imam Nahrawi yang menjadi tersangka atas dugaan kasus suap. Seperti yang dilangsir detiknews.com (18/9/2019), KPK menetapkan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi sebagai tersangka baru dalam kasus dugaan suap terkait dana hibah KONI dari Kemenpora. Imam dijerat dalam pengembangan kasus.
Dalam kasus ini Menpora tidak sendirian, asisten pribadinya, Miftahul juga menjadi tersangka dengan kasus yang sama, bahkan sudah ditahan lebih dulu. Kasus ini merupakan pengembangan kasus dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK. Pada kasus awal, KPK menjerat 5 tersangka, yaitu Ending Fuad Hamidy, Johnny E Awuy, Mulyana, Adhi Purnomo, dan Eko Triyanto.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers menyebut Imam secara total menerima uang Rp 26,5 miliar. Uang itu diterima Imam terkait dengan pengurusan proposal dana hibah dari pemerintah kepada KONI, kemudian terkait jabatan Imam sebagai Ketua Dewan Pengarah Satlak Prima dan penerimaan lain yang berhubungan dengan jabatan Imam selaku Menpora.
Korupsi masih menjadi kasus yang sangat popular di negeri ini. Kasus suap yang melibatkan Menpora ini menjadi peringatan tingginya potensi korupsi oleh para pejabat negeri. Mereka yang selalu mengaku Pancasilais ternyata penjahat negara, perampok uang negara. Hal ini membuktikan Pancasila hanya dipakai sebagai alat gebuk kepada kelompok yang tidak sepaham dengan pemerintahan. Para pejabat kian berani dan tega mencuri uang rakyat yang semakin terjerat. Pejabat yang seharusnya menjadi wakil rakyat malah menyalahgunakan jabatannya. Kekuasaan hanya dijadikan alat mereka untuk mengumpulkan harta.
Kekuasaan di dalam demokrasi merupakan jalan pintas mengumpulkan materi. Selain itu, penerapan sistem demokrasi yang mirip politik berbiaya tinggi juga membuat para pejabat gelap mata. Artinya demokrasi adalah sistem yang di dalamnya membutuhkan biaya tinggi untuk menjalankannya. Oleh karena itu, para pemerannya akan mencari dana pengganti untuk menggantikan dana yang sudah banyak di keluarkan.
Demokrasi bukti sistem yang gagal dalam mengurusi rakyat. Faktanya demokrasi memuluskan para perampok uang rakyat menjalankan aksinya. Slogan demokrasi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat hanya pemanis dan penghibur semata. Nyatanya demokrasi adalah dari uang, oleh uang dan untuk uang. Itu adalah fakta.
Demokrasi hanya ilusi. Jargon NKRI harga mati yang sering digaungkan oleh pejabat tinggi negeri ini pun juga hanya ilusi. Buktinya mereka korupsi, apakah seperti ini yang disebut NKRI harga mati? Seperti inilah ketika demokrasi tetap bercokol di negeri ini. Kondisi semakin semrawut, korupsi semakin tak terkendali. Masih yakin dengan demokrasi?[]