Ironi, Peternakan Babi Justru Diminati



Oleh: Kunthi Mandasari
(Member Akademi Menulis Kreatif)

Sejak beberapa bulan lalu di media sosial mulai semarak restoran babi. Ada sebuah video yang cukup menyita perhatian. Kedua pemilik secara terang-terangan membuka kedai makanan khusus babi di daerah ibu kota dengan nama Panggangin.  Lebih ironis lagi ketika penikmatnya juga kaum muslim. Mereka tak segan-segan untuk mengkonsuminya. Bahkan dalam video tersebut ada yang berpendapat bahwa semakin dilarang justru membuat penasaran.

Berkembangnya kuliner babi, membuka peluang meningkatnya permintaan pasokan daging babi. Tak heran, jika akhirnya beternak babi cukup diminati.
Khususnya di wilayah Kabupaten Blitar, seperti Kecamatan Kademangan, Sutojayan, dan Wlingi. Tingginya minat berternak ini, bisa dilihat dari populasi babi yang relatif tinggi setiap tahunnya. Populasi babi tertinggi berada di Kecamatan Kademangan dengan total mencapai 3.800 ekor. Sebagian besar produksi daging babi ini dikirim ke luar daerah seperti ke Bali, Jakarta dan kota-kota besar lainnya. (mayangkaranews.com, 11/09/2019).

Merebaknya kuliner serta peternakan babi tersebut cukup membuat hati was-was. Karena dijual secara bebas dan bisa dikonsumsi oleh siapa saja. Disisi lain, seluruh tubuh babi bisa dimanfaatkan untuk berbagai keperluan dengan harga yang lebih murah. Sehingga sering  disalahgunakan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab untuk menyiasati tingginya biaya produksi, agar tak rugi. Jika dibiarkan maka konsumen muslim akan menjadi pihak yang dirugikan.

Bagi kaum muslim, makanan menjadi bagian penting yang wajib diperhatikan. Tidak bisa sembarangan. Harus halal serta toyib. Karena makanan yang dikonsumsi akan berdampak pada aktivitas ibadah. Apakah amal ibadahnya akan diterima atau ditolak. Konsekuensinya, ketersediaan dan jaminanan produk halal memjadi sangat penting.

Sayangnya, dalam sistem sekuler kapitalis, halal dan haram tak dihiraukan. Maka tak heran jika keberadaan bisnis kuliner atau produk yang haram kian menjamur. Dalam sistem kapitalis, yang terpenting adalah bisa meraup keuntungan sebanyak mungkin. Bila perlu akan difasilitasi negara.

Daging babi jelas keharamannya. Begitu pula menyediakan dan memperjualbelikan dagingnya. Hanya saja dalam sistem kapitalis, tingginya permintaan terhadap daging babi tidak bisa diabaikan begitu saja. Apalagi dalam kondisi ekonomi yang serba sulit. Melihat banyaknya orang yang tergiur memanfaatkan barang yang jelas diharamkan, menjadi indikasi susahnya mencari lapangan pekerjaan yang halal.

Dalam paradigma sistem kapitalis, sesuatu yang haram bukanlah sesuatu yang perlu dipermasalahkan. Selama bisa mendatangkan keuntungan. Paradigma semacam ini jelas membahayakan. Tidak pantas untuk digunakan. Sudah semestinya paradigma semacam ini diganti dengan konsep yang memandang halal, sehat, dan berkah sebagai sesuatu yang penting dan genting. Konsep semacam ini hanya ada dalam sistem Islam. Dan untuk menerapkannya diperlukan peran negara.

Hanya Islam yang telah terbukti memberikan perlindungan secara nyata. Maka sudah semestinya syariat Islam segera diterapkan secara menyeluruh. Agar ketersediaan lapangan pekerjaan yang halal semakin mudah ditemui. Begitu pula ketersediaan serta jaminan produk halal. Syariat Islam akan memberikan pengawasan serta sanksi yang tegas bagi pelaku yang melanggar. Wallahu'alam bishowab.[]

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama