BPJS - Alat Palak Sistematis



Oleh : Eva Fauziyah
(Analis Muslimah Voice)

Rencana kenaikan iuran BPJS 100% per 1 Januari 2020 menuai kontroversi.  Bagaimana tidak keputusan ini hadir di tengah kondisi masyarakat yang semakin dihimpit permasalahan ekonomi.

Kenaikan iuran ini diputuskan karena depisit BPJS mencapai 32,8 T dengan jumlah hutang jatuh tempo sebesar 11 T. Menteri Keuangan, Sri Mulyani menganggap jika premi BPJS dinaikkan maka akan terkumpul dana sebesar 17, 2 T. Hal ini dianggap solusi untuk mengatasi defisit anggran BPJS.

Rencananya Peraturan Presiden yang mengatur kenaikan besaran iuran akan segera ditandatangani Jokowi. Puan Maharani menyatakan penandatangan Perpres ini tidak memerlukan persetujuan DPR sebagai wakil rakyat. Memang, walau DPR juga bukan representase dari rakyat tetap saja jika kenaikan hanya diputuskan satu pihak yaitu pemerintah. Ini adalah pemaksaan. Kenaikan dianggap sudah menjadi keharusan karena selama 5 tahun iuran BPJS tidak pernah naik.

====

Merespon hal tersebut, banyak masyarakat yang ingin keluar dari keanggotaan BPJS karena menganggap kenaikan iuran BPJS memberatkan. Bayangkan kenaikan 100% yang harus dibayar langsung berlaku untuk satu keluarga. Jika misal iuran kelas 1 pada awalnya Rp 80.000/orang menjadi 160.000 ribu/orang, jika anggota keluarga 4 orang maka jumlah iuran yang semula 320.000/bulan tiap KK maka jika naik menjadi 640.000/bulan. Ini harus dibayar rutin setiap bulan. Jika tidak dibayar terakumulasi sebagai tagihan. Benar-benar gila.

Setelah muncul banyak pertanyaan dari masyarakat, bagaimana mekanisme keluar dari keanggotaan? Ternyata tidak ada kecuali sudah meninggal dunia. Sifat keanggotaan wajib bagi seluruh rakyat Indonesia. Benar-benar dipaksa secara sistem. Sudahlah dipaksa jadi anggotanya. Eh, tidak ada cara untuk bisa keluar kecuali meninggal.

====

BPJS kesehatan ini adalah asuransi. Asuransi memanfaatkan kekhawatiran dan ketidakpastian sehingga peserta mau membayar untuk menjamin masa depannya. Asuransi akan untung jika pesertanya banyak.
BPJS sebagai badan yang bentuknya asuransi menjadikan peserta tidak bisa mengklaimkan premi yang dibayarkan kecuali dalam keadaan sakit dan pada kondisi bisa menggunakan kartu BPJS ini. Sudah menjadi rahasia umum, premi atau iuran akan terus ditagih tapi untuk klaim luar biasa sulit. Ada banyak batasan dari BPJS. Bahkan tak jarang ada tawar menawar agar bisa diklaim.

Kemudian ada opsi dari masyarakat untuk non aktif keanggotaan. Ini pun tidak bisa dilakukan karena iuran akan berjalan terus dan akan tetap  diakumulasi sebagai tagihan. Tagihan akan disampaikan via WA/sms dalam beberapa kali. Cara door to door pun direncanakan akan ditempuh untuk mengumpulkan iuran dari masyarakat. Bahkan, Luhut Binsar Panjaitan mengatakan line atau jaringan akan dihubungkan dengan polisi. Bagi penunggak iuran BPJS akan dikategorikan sebagai kasus perdata. Jika ada warga terkait masalah ini maka dia tidak akan bisa berpergian ke luar negeri.

===

Sebegitunya langkah-langkah yang dipilih agar masyarakat membayar iuran bpjs. Rakyat dipepet. Dan tidak diberi pilihan kecuali ikut sebagai peserta dan membayar iuran setiap bulan.

Negara mengalihkan tanggung jawab mengurusi aspek kesehatan warga negara dengan mekanisme  iuran kolektif. Padahal kesehatan adalah sesuatu yang amat vital seharusnya negara bertanggung jawab penuh memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik, murah, dan mudah bukan malah menjadikan rakyat lahan bisnis atas kebutuhan kesehatan ini.

Ini adalah imbas dari sistem neoliberalisme atau penjajahan gaya baru dimana negara tidak berfungsi sebagaimana mestinya melainkan.  hanya regulator semata. Alih-alih menolong rakyat,  kenyataan sebenarnya pemerintah menodong rakyat dengan iuran yang kenaikannya yang naik 100%.

Seruan untuk meninggalkan sistem ini, sebenarnya sudah dilakukan sejak tahun 2011. Pada waktu kemunculannya BPJS itu dikenal dengan istilah Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Seruan untuk meninggalkan sistem ini, dilanjutkan seruan agar negara mau menjalankan fungsinya sebagai periayah atau yang pengurus urusan rakyat dalam bidang kesehatan sebagaimana dalam daulah khilafah Islam yang menjamin kesehatan rakyatnya dengan begitu baiknya, sampai-sampai tiga hari pasca sakit, warga negara masih dalam jaminan negara. Sampai si sakit bisa mandiri dan bisa bekerja kembali.

Urusan kesehatan dalam sistem daulah khilafah menjadikam negara berdaulat pada kepentingan umat. Fungsi pengurusan umat tentang kesehatan hanya akan berjalan optimal jika yang diterapkan sistem Khilafah. Sistem yang menjadikan keimanan kepada Allah sebagai landasan. Dimana khalifah mengurusi urusan rakyatnya semata-mata mengharap ridho Allah.

Wallahu a'lam Bisshowab.[]

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama