Eva Fauziah
(Praktisi Pendidikan dan Pengamat Kebijakan Publik)
(Praktisi Pendidikan dan Pengamat Kebijakan Publik)
Sebagian besar masyarakat yang tidak mengakses langsung transportasi penerbangan merasa tidak terlalu bermasalah dengan naiknya tiket pesawat yang melambung. Ini berbanding terbalik dengan masyarakat yang harus mengakses langsung transportasi penerbangan. Kenaikan yang begitu tinggi membuat beberapa beralih ke transportasi lain yang mungkin lebih murah tapi tentu waktu yang dibutuhkan lebih lama. Atau menunda keberangkatan.
Hanya perlu diketahui kenaikan harga tiket pesawat dan sistem bagasi pesawat ini juga berpengaruh pada biaya ongkos kirim barang ke seluruh Indonesia. JNE saja per 15 Januari 2019 sudah memutuskan menaikkan ongkir hingga 35 % karena merasa jika tidak dinaikkan maka beban perusahaan terlalu tinggi.
Tebak-tebak buah manggis saya melihat perbandingan di beberapa maskapai dengan beberapa rute, kenaikannya sampai lebih dari 50%. Kenaikan ini begitu fantastis tapi pemerintah beralasan kenaikan ini masih dalam taraf wajar.
Pesawat komersil bagaimanapun adalah transportasi publik yang tentu tidak hanya mengangkut manusia tapi juga barang. Termasuk barang kebutuhan pokok yang dibutuhkan di berbagai negeri.
Dan bukan hanya untuk mengirim barang dari belanja online yang selalu dikenakan tarif 1 kg padahal isinya hanya bebeberapa gram. Bukan hanya tentang itu. Pesawat termasuk alat transportasi yang akan mengirim hal-hal yang terkait pemenuhan kebutuhan rakyat Indonesia yang tersebar di seluruh pelosok negeri. Karena posisinya berada pada aspek distribusi jika naik biayanya maka biaya operasional yang dibebankan pada barang semakin bertambah artinya harga-harga akan semakin tinggi terutama untuk daerah-daerah yang distribusinya bergantung pada pesawat terbang.
Ternyata disinyalir kenaikan tiket pesawat ini karena biaya operasional maskapai semakin naik dikarenakan harga avtur (bahan bakar pesawat) sampai 125%. Padahal kebutuhan avtur untuk setiap maskapai hampir 40%. Avtur sendiri sudah naik sejak Desember 2016 dan menambah berat pembiayaan maskapai. Seperti inilah pengaruh harga BBM naik. Pasti berpengaruh terhadap harga-harga yang ada. Karena BBM pasti dibutuhkan selain untuk produksi juga untuk distribusi.
Selain faktor kenaikan avtur, kenaikan harga tiket pesawat yang fantastis disebabkan karena pelemahan rupiah terhadap dolar.
"Jadi memang ada pemicunya soal kurs rupiah melemah. Ini membuat kenaikan variabel harga tiket mulai avtur sampai pada suku bunga pinjaman, kata ketua Inaca (Indonesia National Air Carrier). Melambungnya hutang maskapai karena menggunakan mata uang dolas AS. Selain itu sistem leasing yang juga membebani maskapai. Beban maskapai yang terlalu berat menjadikan pihak maskapai menaikkan harga tiket begitu tinggi.
Sektor transportasi yang seharusnya diurusi negara untuk kepentingan rakyat sekarang menjadi sektor yang syarat dengan permainan para kapitalis dengan item-item kapitalisnya seperti kenaikan BBM, menurunnya nilai tukar, hutang dengan bunga, leasing menambah rentetan permasalahan umat yang tak kunjung selesai.
Dalam konteks global di semua negara yang menganut kapitalisme liberal telah tercipta kemiskinan dan kesenjangan sosial. Seharusnya kita meninggalkan kapitalisme karena ideologi ini adalah biang kerok kehancuran. Umat tidak akan pernah berubah ke arah yang lebih baik, selama mereka masih menerapkan kapitalisme. Umat tidak akan bangkit secara hakiki kecuali dengan menerapkan sistem aturan yang shohih (benar) dalam kehidupan yaitu sistem Islam melalui bingkai Daulah Khilafah Islamiyah. Wallahu a'lam bisshowab